Jadikan Aku Kuat

Yuricka
Chapter #18

Pertengkaran

"Level tertinggi berdamai dengan diri sendiri adalah ketika tidak peduli jika orang lain salah paham tentangmu, selama Allah tahu segalanya."

***

Arni memusatkan pandangannya pada Deti, lantas berkata, “Iya, Wa. Tapi Insya Allah kali ini mah bener-bener pengen kerja, anaknya juga baik."

“Ya sudah ya, Wa, aku ke belakang dulu mau cek Dafit, soalnya mau langsung ke sekolah lagi.” Arni meninggalkan Deti bersama ibunya, kemudian pergi ke arah kamar tempat anak-anak bermain untuk menemui Dafit.

Krek.

Suara knop pintu berputar memecah keheningan.

Tika memutar wajahnya menoleh ke arah suara pintu. Tika yang tengah asyik mengajak Dafit bermain langsung tersenyum menyambut wanita cantik dengan tubuh tinggi semampai itu datang ke sana.

"Assalamualaikum," sapa Arni antusias, wajahnya berbinar bahagia melihat sang buah hati yang tengah asyik bermain.

Anak laki-laki yang belum bisa merangkak itu baru bisa memberikan bunyian-bunyian kecil dari mulutnya, melihatnya saja sudah membuat seseorang senang, apalagi Arni selaku wanita yang melahirkannya.

“Waalaikumsalam, Ibu,” balas Tika dengan posisi yang masih duduk di lantai beralaskan karpet tebal.

“Teh, gimana Dafit? Gak rewel kan?” tanya Arni. Dia merendahkan posisinya, menghampiri Dafit mencium lantas menggendongnya.

“Alhamdulillah aman, Bu,” jawab Tika cepat.

“Alhamdulillah.”

“Ibu udah pulang?” tanya Tika dengan raut penasaran.

Berharap wanita itu memang sudah selesai dengan tugasnya di sekolah, mengingat Arni selalu menghabiskan waktunya dengan Dafit selepas dia kembali dari tempatnya kerja.

“Enggak, saya mau ke sekolah lagi. Ini mah sekalian jemput Amad sama mau makan dulu. Sekolah juga lagi waktunya istirahat,” jawab Arni.

“Oh iya atuh.” Tika mengangguk paham.

“Oh iya, Tika. Itu Wa Deti udah lama di rumah?” Arni duduk di sofa yang terletak di dekat jendela ruangan tersebut.

“Udah lumayan lama lah, Bu. Mungkin sekitar tiga jam,” jawab Tika menerka-nerka.

“Wih lama juga. Kamu jangan terlalu cape ya, kalau Ibu sepuh nyuruh ini itu, bilang aja kalau kamu lagi sibuk!” ujarnya.

Arni sangat mengenal bagaimana sikap ibunya selama ini, meskipun Arni tidak selalu menyaksikan bagaimana perbuatan ibunya selama di rumah, tapi dia paham jika ibunya sering menyuruh pembantu di rumah itu dengan semena-mena.

“Iya, Bu.” Tika hanya mengangguk, mengiyakan wanita itu tanpa memberikan pernyataan apapun tentang ibunya, mau bagaimana pun Heryani tetaplah orang yang punya kuasa di rumah itu, jika anaknya saja tidak berani membantah perintah ibunya, lantas bagaimana mungkin Tika bisa menolak apa yang diperintahkan oleh Heryani kepadanya.

“Dafit anak Bunda. Kita makan yuk!” ajak Arni sambil membawa anaknya ke luar dari ruangan tersebut.

“Eh, Tika, kamu sudah makan siang belum?” tanya Arni yang dengan cepat Tika tanggapi.

“Belum, Bu.”

Sontak saja Arni yang sedang asyik di sofa bersama anak-anaknya menoleh pada Tika dengan wajah kesal.

“Kenapa belum makan? Kan saya sudah bilang jangan nunda-nunda waktu makan, nanti sakit, kalau sakit siapa yang jagain Dafit nanti?” tegur Arni.

“Tadi belum sempat, Bu.”

“Belum sempat gimana? Dafit tidur kan tadi?” tanya Arni dengan nada memaksa.

Lihat selengkapnya