Jadikan Aku Kuat

Yuricka
Chapter #29

Benda Pipih Itu

Tika terkesiap saat pintu kamar diketuk dengan amat keras dari luar. Kaki itu bergegas turun dari ranjang dan segera membuka pintu kamar. Sosok cantik dengan daster yang dia kenakan sudah menunggu di sana.

Arni terlihat menunggu dengan sebuah benda yang ada di tangan kanan. Sontak Tika mengajak Arni masuk ke dalam kamar, dan mereka duduk di atas ranjang dengan posisi berhadap-hadapan.

“Ada apa, Bu?” tanya Tika penasaran.

Dalam kesunyian malam, Tika menerka-nerka, apa mungkin kedatangan Arni ke kamarnya untuk memberikan ponsel yang sebelumnya dia janjikan? Atau mungkin memberitahu Tika kalau dirinya tidak jadi membeli benda tersebut.

‘Tapi itu apa, ya?’ tanyanya dalam dada.

“Tadi kan bu sepuh bahas soal hp, ya. Kamu bilang apa tadi?” tanya Arni.

“Gak banyak sih, Bu. Tadi aku niatnya mau tanya ke ibu soal hp yang semalam, terus bu sepuh tanya tentang hp tersebut.”

“Gini, Ka. Mama saya kan agak sensitif ya, jadi jangan terlalu cerita-cerita dulu aja, biar nanti saya yang ngasih tahu, gitu,” ujarnya menjelaskan.

“Iya, Bu, maaf.”

Sebenarnya Tika sudah tahu tentang itu, salahnya Tika bergumam tentang benda tersebut tepat di dekat Heryani, yang menjadikan hal tersebut masalah.

“Ya udah gak papa.” Arni membuka bungkusan yang berisi benda dengan bentuk persegi panjang di tangannya.

“Tadi kan saya bilang sama mama saya, kalau saya tidak jadi beliin kamu hp. Jadi tadi tuh saya gak sempat keluar karena jadwalnya padat banget, jadi saya bilang sama suami saya, dan Alhamdulillahnya suami saya bisa beli.”

Tika terdiam, kedua sudut bibirnya terangkat, perlahan senyuman nampak di wajahnya. Bulir bening yang semula sudah memenuhi matanya kini tertahan dengan kabar baik yang Arni sampaikan.

Melihat Arni yang berusaha membuka benda itu dari kotaknya, Tika sudah merasa desir hangat naik ke otaknya. Kebahagiaan itu sulit tergambarkan, kakinya seakan ringan dan hendak melayang.

“Yang bener, Bu?” tanya Tika antusias.

“Iya bener. Nih.” Arni memperlihatkan benda pipih berwarna putih yang baru saja dia buka.

“Ya Allah. Ini beneran hp nya, Bu? Tika meraih hp yang Arni berikan.

Terkesan nora atau berlebihan bagi orang lain, tetapi tidak bagi gadis berusia lima belas tahun itu. Benda yang dia impikan itu kini ada di dalam genggamannya.

Kebahagiaan kini mewarnai hatinya, betapa antusiasnya dia karena bisa menghubungi keluarganya di rumah.

“Makasih banyak, Bu.” Matanya berderai dengan sudutnya yang menyipit. Bulir itu seakan menyampaikan sebuah kalimat yang tidak sanggup dia ungkapkan. Sebuah kabut kebahagiaan kini menghalangi pandangannya, menggantikan posisi air mata kesedihan yang kerap kali menguasainya.

“Sama-sama.” Lagi-lagi, Arni mendaratkan tepukan ringan dan hangat di pundak gadis itu.

Lihat selengkapnya