“Udah lah, Ar, bi Nia kan masak, Mama juga belum sarapan, nanti si Tika bisa ikut sarapan di rumah bi Nia!” timpal Heryani.
Tika hanya terdiam, dia memfokuskan tatapannya pada Dafit, dan tidak mempedulikan wanita tua itu.
Ucapan Heryani kali ini bukan hanya menyinggung dirinya tapi juga menyakitinya, tapi Tika cukup puas dengan respon Arni yang langsung melihat kelakuan ibunya di depan matanya sendiri.
40 menit berlalu, mobil pun berhenti tepat di depan rumah bertingkat di sebuah perumahan elit yang ada di Tasikmalayana.
Dari luar rumah itu telihat sangat mewah dan juga besar, Tika berdecak dalam hatinya, ‘Aduh nanti aku disuruh beresin rumah ini juga gak, ya? Secara mereka lagi butuh asisten rumah tangga.’
“Tika, ayo turun!” ajak Arni.
“Iya, Bu.” Tika memperbaiki gendongannya, sementara tangan kanannya menjinjing tas yang dipenuhi pakaian dan beberapa barang yang dibutuhkan Dafit.
“Assalamualaikum!” sapaan itu memekin, melesat kencang dari mulut Heryani dan juga Arni yang mengikutinya di belakang.
Suara knop pintu yang terputar membuyarkan pandangan, Tika memfokuskan penglihatannya ke arah pintu, menggambar senyuman menyambut pemilik rumah yang sebentar lagi keluar.
“Waalaikumsalam,” jawab Nia dan kedua putrinya dengan serentak.
Mereka nampak senang dengan kehadiran keluarga Heryani, apalagi kedua anaknya yang sangat dekat dengan Dafit.
“Dede Dafit!” teriak kedua wanita yang mulai tumbuh dewasa itu sambil berlari, dan mengambil alih Dafit dari pangkuan Tika.
“Ganteng banget sih," puji Mila, dia mempercepat langkahnya sembari membawa Dafit ke dalam.
“Ayo masuk!” ajak Nia.
Tika melangkah mengikuti Heryani yang jalan lebih dulu, sementara Arni berjalan beriringan dengannya.
“Oh iya, Ka. Saya gak bisa lama-lama di sini, saya titip Dafit sama kamu, ya."
Tika yang mengekor lebih dulu menghentikan langkahnya, dia memutar posisi, berbalik ke arah Arni dengan sorot tenang, mimiknya datar dengan sudut bibir terangkat. “Iya, Bu, gak apa-apa. Nanti aku terus kabari ibu, ya."
“Iya, Ka. Tadinya saya mau izin, saya gak enak juga ninggalin anak-anak sama kamu di luar rumah, kamu pasti kecapean, apalagi kan Amad lagi aktif - aktifnya. Tapi ternyata saya gak bisa izin hari ini," ujarnya.
Gadis itu tersenyum. Ya, dia paham jika itu alasannya, apalagi Arni seorang guru, dia punya amanah yang lebih besar di luar sana. Tika bisa mengerti, dia hanya sedikit was-was karena ini adalah pengalaman baru untuknya.
“Iya gak papa kok, Bu.”
“Iya maaf, ya. Tapi saya juga udah bilang sama ayahnya anak-anak, nanti kalau pulangnya lebih awal, dia bisa jemput."
“Oh begitu ya, Bu. Mudah-mudahan aja ya, Bu bapak bisa pulang lebih awal. Saya juga ini teh deg degan, soalnya malu," tutur Tika diikuti tawa kecil.