Jadikan Aku Kuat

Yuricka
Chapter #40

Rumah Kecil Itu Kembali

Netra Tika berputar cepat ke arah knop pintu yang berputar, dengan detak jantung yang berpacu cepat, bergegas kaki itu berlari ke arah jendela dan membersihkan pecahan kaca.

“Astagfirullah. KENAPA INI TIKA?” sentak Heryani. Dia berdiri diambang pintu, menatap ke arah Tika dengan sorot buas.

“Tadi Abang lempar bola, Bu, dan gak sengaja kena kaca,” jawab Tika gelagapan.

“Ya Allah Amad. Kenapa ari kamu nakal banget. Kamu itu anak siapa sih, hah? Kelakuan kamu itu turun dari siapa? Ayah kamu?” bentak Heryani, jari telunjuknya bermain menunjuk tegas ke arah cucunya.

“Apa sih, Nek, bawa-bawa ayah!” Amad yang tidak terima ayahnya dibawa-bawa langsung membela.

“Terus dari siapa? Bunda kamu mah baik, gak pernah nakal kayak kamu. Udah pasti kamu mah keturunan nenek kakek dari Ayah kamu, nakal,” sahut Heryani semakin meninggikan suaranya.

“Apa sih, Nek. Nenek juga sama aja,” pekik Amad tanpa rasa takut.

“Diam kamu!” bentak Heryani sambil memelototi cucunya.

“Lihat ini, Bunda kamu pasti marah banget.”

“Awas ya, nanti Nenek aduin ke bunda kamu! Bunda kamu juga harus ganti rugi. Ini kacanya mahal banget,” lanjutnya, dia melangkah mendekati Tika.

“Bersihin semuanya, Tika! Awas kalau ada yang kelewat, nanti keinjek bahaya!”

“Iya, Bu.” Tika mempercepat tangannya memunguti satu demi satu pecahan kaca tersebut.

“Lagian kenapa juga sih main bola di rumah, bukannya di lapangan?”

“Lah Tetehnya gak mau diajak ke lapangan, dari tadi juga aku mah maunya di lapangan, kok,” timpal Amad dengan cepat.

“Terus kenapa gak pergi aja sih, Ka? Kenapa gak dituruti? Kalau main di lapangan gak bakal pecah ini kacanya.”

Tika menghentikan tangannya, dia mendongak menatap Heryani yang berdiri di belakangnya. “Soalnya Dafit tidur, Bu, dan saya juga belum masak. Ibu kan tadi minta saya buat masak,” jawab Tika.

“Kan Dafit ada saya, seharusnya kamu pergi aja daripada Amad main di rumah, jadinya kan begini!”

“Saya takutnya merepotkan Ibu, dan juga de Dafit kalau kebangun masih suka nangis, kasian kalau gak ada orang, ibu juga kan tadinya lagi tidur,” bantah Tika, mencoba menjelaskan keadaanya, karena bagaimana pun dan apapun yang dia pilih, Tika akan tetap berada dalam masalah.

“Alah alasan kamu aja. Udah cepat bersihin! Nanti saya minta Arni buat ganti kerusakan ini.” Dia berjalan pelan meninggalkan Tika ke arah kamarnya untuk menghubungi Arni.

Tika terdiam, dia meneruskan membersihkan kekacauan yang Amad perbuat, hingga beberapa saat Tika pun selesai membersihkan pecahan kaca tersebut.

***

“Huh.” Napas berat keluar melalui mulutnya, dia berbaring di ranjang merentangkan tubuhnya yang terasa kaku.

“Jam berapa, ya?” gumamnya, dia kembali bangun lantas menyambar ponsel yang tergeletak di atas meja. Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.

Lihat selengkapnya