Ketika SMA, Jagat diidolakan oleh banyak siswi. Tubuhnya tinggi tegap dengan otot-otot kuat di tempat yang pas. Kulitnya putih bersih, berhidung mancung dan memiliki alis tebal serta bulu mata lentik. Ia jago main basket, kaya raya dan berotak cemerlang. Tiap langkah yang diambil Jagat, seakan ada cahaya yang menaunginya. Terlalu cemerlang dan menarik perhatian. Jagat bahkan bisa mendapatkan cewek yang ia inginkan dengan sekali tunjuk.
Jagat ... adalah deskripsi sempurna tokoh utama pria di banyak novel remaja.
Menduduki bangku kuliah, Jagat berubah drastis. Banyak teman-teman SMA yang tidak mengenali Jagat saat cowok itu menghadiri acara reuni. Jagat yang sekarang adalah Jagat dengan rambut ikal yang dibiarkan memanjang hingga bahu, berkulit kecokelatan terpanggang matahari, dan memiliki selera pakaian yang buruk; kaus oblong dan jin bolong. Persis seperti preman pasar. Tidak akan ada yang menoleh dua kali saat berpapasan dengan Jagat.
Dengan keadaan Jagat yang sekarang, sangat sulit untuk mencari pacar. Apalagi Jagat cukup selektif dalam memilih. Pacar Jagat haruslah cewek baik-baik yang mau menerima keadaan Jagat apa adanya. Tidak posesif dan bisa diajak berdiskusi tentang banyak hal. Sekalipun ketemu, Jagat malah berujung patah hati.
Kemarin, cintanya baru ditolak Eila, mahasiswi dari jurusan manajemen yang juga teman Jagat saat SMA. Mereka sangat cocok ketika mengobrol berdua. Eila paham dengan pilihan Jagat berkuliah di jurusan arkeologi. Ia juga tidak menghakimi dan memandang rendah Jagat. Awalnya Jagat berpikir jika alasan cewek itu menolaknya adalah karena penampilan Jagat tidak semenawan dulu. Namun, ternyata karena cewek itu hanya belum sadar telah mencintai sahabat masa kecilnya. Jagat hanyalah second lead di kisah cinta Eila.
Hari ini, Jagat hanya bisa termenung di atas bukit, bersandar di batang pohon besar sambil menyedot teh kotak yang selalu tersedia di ranselnya. Patah hati membuat Jagat malas melakukan apapun.
"Pinjem kamera lo dulu. Punya gue baterainya habis." Restu, teman satu jurusan Jagat menepuk pundaknya untuk menarik atensi.
Tanpa kata, Jagat melepaskan kamera yang tergantung di lehernya.
"Thank you," balas Restu riang, sambil mulai mengoperasikan kamera keluaran terbaru milik Jagat. Kemudian, tanpa menoleh lagi, Restu meninggalkan bukit dan memulai sesi dokumentasinya yang sempat tertunda.
Angin membelai rambut ikal Jagat lembut. Dari atas bukit ini, Jagat bisa melihat jelas penampakan di bawah sana. Sebuah pembukaan lahan untuk penggalian situs bersejarah. Tempat itu merupakan kompleks candi yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-13 masehi. Masa kerajaan Majapahit.
Semester lima, mahasiswa arkeologi mempunyai program ekskavasi pada situs asli. Mereka melakukan penggalian situs bersejarah di beberapa tempat, dengan didampingi oleh para dosen berpengalaman. Angkatan Jagat hanya terdiri dari tiga puluh mahasiswa. Mereka dibagi menjadi lima kelompok dengan masing-masing satu dosen pendamping.
Dari tiga puluh mahasiswa, hanya ada lima cewek. Di Universitas Bestari, program studi arkeologi memang yang paling sedikit peminatnya. Sebab, kebanyakan orang mengira jika jurusan arkeolgi sangat sulit dipelajari, banyak turun ke lapangan, dan tidak punya prospek bagus di masa depan. Lulus dalam waktu lima tahun saja sudah dianggap cepat.
Sekarang, mereka sedang istirahat makan siang. Kebanyakan teman Jagat akan berkelompok dan memakan bekal yang mereka bawa dari penginapan. Menggelar tikar di bawah rindang pohon sambil bertukar cerita.
"Galau mulu sih Ga. Nggak seru ah." Seseorang menepuk pundak Jagat dan ikut duduk di sampingnya. Itu adalah Kasyaira, salah makhluk langka penghuni jurusan arkeologi.
Jagat melirik Aira sekilas, kemudian menselonjorkan kaki. "Lo belum pernah ngerasain patah hati sih. Wajar aja."
Tawa Aira terdengar renyah. "Ya lagian mana ada cowok yang mau sama gue? Yang lebih suka neliti barang galian ketimbang main ke kafe? Bahkan ada yang bilang muka gue mirip mumi yang diawetin, astaga. Jahat banget."
Kali ini Jagat menoleh. Raut wajahnya datar. "Padahal lo lebih mirip tengkorak Dinosaurus."
"Astaga," Aira memegang dadanya seolah tersakiti. "Omongan lo lebih jahat dari emak tiri ternyata."
"Emak tiri jahat itu cuma ada di sinetron," balas Jagat. "Di kehidupan nyata, mereka nggak sejahat itu kok. Contohnya idola gue, Ashanty."
Aira terkekeh. Jagat memang sering pamer soal kesukaanya terhadap Ashanty. Kata Jagat, Ashanty adalah tipe istri yang ia idam-idamkan. Sudah cantik, cerdas, pandai mengurus anak pula. Meski itu bukan anak kandungnya sendiri. Coba saja lihat perbedaan Aurel dulu dan sekarang. Terlihat jelas jika ia bisa mendidik anak dengan baik.
Aira kemudian mengeluarkan sebuah kotak bekal dari tasnya. "Lo udah makan siang belum?"