Jagat Wisakha

Kartika Aira
Chapter #1

PROLOG

Seharusnya, matahari masih memancar gagah di atas langit, tetapi gumpalan awan gelap yang datang tiba-tiba menutupi sinarnya hingga tak menyisakan celah. Angin dingin mulai berembus, menyapu dahan-dahan kering yang dilewatinya. Pepohonan bergoyang seolah kehilangan keperkasaannya. Saat titik-titik air mulai jatuh, orang-orang berhamburan memasuki rumah masing-masing, menutup jendela dan pintu rapat-rapat. Gerabah-gerabah yang masih setengah kering dibiarkan begitu saja diguyur air.

Hujan yang datang kali ini... terasa berbeda. Kengerian seolah menyusupi tiap-tiap rembesan air yang turun melewati genteng dan berakhir tersesap ke tanah.

Bhre Sureswari, sang pemimpin daerah yang juga merupakan putri satu-satunya sang Permaisuri dengan Raja, ditemukan tak bernyawa di depan sebuah arca. Arca itu terletak di dekat aliran sungai yang perlahan-lahan debit airnya mulai menderas.

Orang-orang percaya bahwa arca itu merupakan perwujudan dari kutukan. Bencana akan segera tiba, menghantam seluruh desa dengan kesengsaraan dan wabah mematikan. Selain berlindung di bawah dipan dan menutupi diri dengan selimut rapat-rapat, apalagi yang bisa mereka lakukan?

Kutukan sudah telanjur dijatuhkan. Mau lari sejauh apapun, tangan-tangan tak kasap mata akan menyeret mereka kembali ke desa. Tidak ada yang bisa lari. Sembunyi pun hanya akan mengulur waktu kematian.

Sementara itu, di sebuah rumah yang masih menyisakan nyala obor remang-remang, berdiri seorang gadis di depan jendela yang terbuka. Dia menjulurkan tangannya, menyentuh titik-titik air hujan yang ternyata berwarna hitam pekat. Sudut-sudut matanya berair, wajahnya tampak khawatir. Gadis itu menurunkan tangannya, kemudian melirik serangkaian sesajen yang sudah dia tata apik di sebuah meja. Aroma dupa yang dibakar menyerbak hingga ke sudut-sudut rumah dengan api yang masih menyala.

Gadis itu menaruh air hujan berwana hitam pekat ke dalam sebuah cawan emas. Dia kemudian mengambil belati kecil dan mengiris telapak tangannya, membiarkan darah mengalir dan menyatu di dalam cawan. Sambil duduk bersimpuh, dia memejamkan mata rapat-rapat.

Lihat selengkapnya