Jagoan Karate

Handi Yawan
Chapter #15

Sepasang Angsa Menari di Awan.

Di ST. Hall Gungun dan Lani turun dari angkot. Lalu mulai dari depan Stasiun Kereta Api Bandung sebelah selatan ini, yang berfungsi pula sebagai terminal, mereka menempuh tujuan dengan berjalan kaki. Dari tempat itu berjalan kaki menyusuri trotoar ujung jalan kebon jati hingga jalan Suniaraja. Gungun dan Lani tidak berbelok ke jalan Oto Iskandardinata karena menghindari Pasar Baru yang selalu macet. 

Melangkah tidak tergesa-gesa dan sekali-kali saling susul sambil tertawa-tawa atau berjalan sambil berpegangan tangan hingga tiba di persimpangan, barulah belok kanan masuk jalan Banceuy. Sekarang mereka menyusuri trotoar yang banyak dipenuhi barang-barang jualan dari toko-toko di depannya. Dari mulai onderdil mobil hingga aneka ragam lampu-lampu taman dipajang.

Para calon pembeli asyik memandang barang-barang dan menimbang-nimbang apakah butuh atau tidak?

Pada saat itulah terdengar alunan piano intro dari lagu I Like Chopin, Nyanyian Gazebo yang datang dari radio di beberapa toko ...

Piano Dm, Bb, C, Am ....

....

Lewat simpang jalan Banceuy dengan jalan ABC lagu itu sudah tidak terdengar lagi dan di saat yang sama mereka pergi menyebrang di depan pertokoan Banceuy yang terdapat monumen penjara Presiden R.I. pertama, Ir. Soekarno. Dari pinggir jalan sel penjara berupa bangunan tembok berukuran 1,5 x 2,5 meter terlihat berada di area parkiran bangunan kantor-kantor 2 lantai itu. Akhirnya tibalah perjalanan mereka di ujung jalan yang memperlihatkan lenskep Alun-alun kota Bandung. Di depan Gedung Bank Dagang Negara yang letaknya pada hook jalan Banceuy dengan jalan Asia Afrika, persis dihadapkan pada kawasan alun-alun inilah tempat tujuan mereka. Semua keramaian berpusat di sini.

Alun-alun ini adalah sebuah lapang yang berbentuk persegi dan cukup luas yang letaknya di tengah kota. Ada banyak pohon-pohon peneduh dan bangku-bangku taman terdapat di tempat itu. Lalu mereka masuk lewat pintu utara Lapangan yang di kelilingi oleh pusat perbelanjaan, dan Mesjid Agung Bandung di sebelah baratnya. Mereka pergi melintasi jalan setapaknya yang disusun dari pavling blok bentuk hexagonal. Tempat ini selalu ramai dipadati orang jalan-jalan dan cuci mata. Hal ini tentu saja menjadi daya tarik para pedagang kecil. Spot yang paling disukai, tentu saja selain jembatan mesjid Agung, ada kolam air mancur yang ikonik dan taman yang sering dipake buat beristirahat selepas jalan-jalan.

Air mancur di alun-alun Bandung itu terkenal sebagai objek buat berfoto-foto. Seperti pada saat itu tukang foto keliling banyak berkeliaran di situ menawarkan jasanya. 

Tadinya Gungun dan Lani tidak kepikiran sama sekali untuk berfoto. Tetapi ketika melihat sebuah tustel menggantung pada leher seorang Bapak pemberi jasa foto, akhirnya mereka seperti diingatkan dan sepakat berfoto bersama.

"Yuk, kita difoto bareng ..." Ajak Gungun tanpa menunggu persetujuan Lani.

"Hayu," sahut Lani menyambut gembira ajakan Gungun. "Biar ada kenang-kenangan."

Lalu keduanya menemui si juru foto.

"Pak, background yang ada air mancur," pinta Lani. 

"Satu lagi di depan menara mesjid," Gungun turut meminta tempat. Dan tentu saja Bapak itu dengan senang hati di manapun ia turuti.

Setelah berdiri dengan latar belakang air mancur sang juru foto mengarahkan gaya, lalu ia sedikit berjalan beberapa langkah ke belakang ... dan mulai berhitung mundur.

3, 2, 1 ... cekrek, terdengar bunyi bilik teropong membuka-tutup. Dan di saat yang sama lampu kilat di atas tustel menyala sekejap.

Setelah itu Lani dan Gungun pergi naik meniti anak-anak tangga jembatan Mesjid alun-alun. Di tempat itu mereka kembali diambil gambar bersama. Di jembatan Mesjid Agung mereka berfoto dua kali. 1 latar belakang menara mesjid dan satu lagi latar belakang hotel Homann walaupun tidak seluruhnya karena ada gedung Palaguna. Setelah selesai berfoto mereka diberi secarik nota pembayaran. Kemudian si Bapak juru foto pergi dan mencari orang lain yang membutuhkan jasanya. 

Sementara itu dari tempat ini Gungun melihat ke arah tenggara. Dari tempat mereka berdiri  merupakan pusatnya -orang-orang Bandung menghabiskan uang untuk belanja. Itulah kawasan-kawasan Dalem Kaum. Gedung-gedung di sekitar alun-alun adalah tempat belanja yang masih seperti pasar dan jadi satu pada setiap gedung. Semua itu merupakan topnya tempat belanja buat semua keperluan. Toko-toko keren yang jualan berbagai macam kebutuhan berjajar di sana, mulai dari MM Fashion, Matahari, Robinson, Ramayana semua ada di situ. Bisa dibilang belum ke Bandung kalau belum ke Alun-alun.

"Bayar biaya foto dulu, yuk!" Ajak Gungun. Lani mengangguk.

Lalu Gungun dan Lani berjalan ke luar melalui pintu utara kembali dan pergi menyebrang. Mereka akan membayar jasa foto tadi di rumah yang berada di sebelah Gedung Bank Dagang Negara. Di sebelah gedung peninggalan masa kolonial itu merupakan deretan rumah-rumah yang dijadikan kantor perusahaan jasa travel. Dan sekaligus ada tempat untuk beberapa petugas yang melayani orang-orang mengurus jasa cuci cetak yang berfoto di kawasan Alun-alun tadi. Papan-papan petunjuk tujuan travel banyak di pasang pada bagian-bagian atas pintu masuk. Beberapa papan petunjuk mencantumkan kota tujuan mulai dari perjalan antar kota hingga antar propinsi yang menyebrang laut lewat kapal fery. Bahkan berbagai jenis kendaraan dari mobil Elf hingga Bis ada diparkir di halaman.

Pada salah satu meja etalase, Gungun dilayani oleh petugas yang memerima pembayaran sesuai jumlah uang yang tertulis pada nota tadi. Setelah Gungun membayar ia menerima nota pengganti yang harus ia bawa kembali di tempat ini bila nanti akan mengambil hasil cuci cetak film dan hasil fotonya yang baru bisa ditebus 2 minggu kemudian.

"Aku lapar, nih ..." ujar Gungun sambil meninggalkan tempat itu. "Kamu mau makan apa?"

Sejenak Lani berpikir, lalu ia pilih, "soto ayam!"

"Hayu lah!" Sahut Gungun sambil bergegas mengajak Lani pergi menyebrang kembali. Namun mereka tidak masuk ke alun-alun tetapi berputar menyusuri trotoar lalu berbelok ke timur. 

Gungun dan Lani tahu tempat makan soto ayam yang enak di depan Palaguna. Lalu mereka masuk ke sebuah warung tenda penjual soto ayam favorit mereka. Tetapi ini baru kali pertama mereka pergi berdua ke tempat itu.

Setelah memesan mereka menunggu beberapa saat. Lalu soto ayam segera disajikan. Hanya sebentar saja keduanya telah lahap makan bersama sambil mengarahkan pandangan ke gedung di seberang.

"Ke sana, yuk!" ajak Lani sambil mengarahkan wajah ke gedung Palaguna. "Aku ingin main bom bom car."

"Hayu," sahut Gungun antusias, "setelah itu aku ingin masuk rumah kaca dan rumah hantu!"

Bergegas mereka habiskan soto ayam dalam mangkuk, dan kali ini giliran Lani yang membayar. Setelah itu barulah mereka pergi menyebrang. 

Sewaktu berada di dalam gedung Palaguna yang seluruh ruangannya telah menggunakan pendingin udara sehingga lebih sejuk daripada berada di luar seperti tadi, di lantai atas gedung itu mereka langsung menuju area yang namanya Takara Kiddy Land yang merupakan arena Bom Bom Car.

Bom Bom Car merupakan permainan simulasi mobil-mobilan dengan tenaga listrik dan bagian luar dilapisi menggunakan karet ban sehingga ketika terjadi tabrakan tidak terlalu berbahaya. Dan yang paling seru bermain Bom Bom Car adalah ketika kita bertabrakan dengan pemain yang lain, tidak ada yang marah, malah tertawa-tawa gembira. Memang ini di sengaja agar menambah adrenalin dan menambah keseruan dari permainan ini.

Mereka sudah menukar uang dengan beberapa koin, lalu mencari mobil mainan yang masih diparkir. Tidak lama kemudian keduanya telah mengendarai mobil pilihannnya masing-masing.

Brakkk ...!

Pada saat itu Bom bom car Gungun ditabrak oleh Lani hingga oleng dan hampir saja menubruk mobil orang lain. Namun Gungun sigap memutar kemudi hingga meleset dan hanya menyerempet samping mobil itu.

"Maaf ..." Ujar Gungun kepada orang yang mobilnya telah ia serempet. Tetapi orang itu tidak peduli bahkan tertawa-tawa sambil mengarahkan mobilnya sendiri kepada temannya yang datang bersamanya.

Sementara itu Lani tertawa senang telah berhasil menubruk mobil Gungun hingga seperti itu. Tentu saja Gungun tidak terima lalu mengarahkan mobilnya mengejar Lani. Melihat itu Lani tidak tinggal diam lalu kabur membawa mobilnya jauh. Namun Gungun terus mengejarnya.

Sayang, areanya tidak terlalu luas, sehingga tidak ada tempat untuk lepas dari kejaran Gungun hingga akhirnya mobil Lani berhasil dikejar dan ditabrak.

"Aw!" Teriak Lani yang terlonjak akibat ditubruk.

Tetapi Gungun malah terbahak-bahak puas karena berhasil membalas.

Tentu saja Lani tidak mau kalah. Kali ini posisi Gungun tidak bagus sehingga Lani punya kesempatan menabrakan lagi. Akhirnya saling tabrak menabrak terjadi dan membuat keduanya bergembira.

Setelah Lani dan Gungun puas bermain bom bom car, Lani mengajak Gungun melihat-lihat ke tempat lain. Di Palaguna masih ada Lipstick Roller Disco, tempat lantai dansa yang mengharuskan pengunjungnya memakai sepatu roda yang sekalian ada unsur olahraganya juga. Tapi mereka lewatkan dan terus berlalu. Namun ketika lewat di depan ruangan bioskop Gungun menunda langkahnya dan menyempatkan dulu melihat sebuah poster film Karate Kid yang masih 'Midnight'.

Tepat pada saat itu lagu Glory Of Love yang dinyanyikan oleh Peter Cetera sedang diperdengarkan. Lagu yang jadi theme song film Karate Kid memang pas dan bersemangat untuk filmnya sendiri.

"Aku harus nonton film ini, aku suka akting Ralp Macchio di Outsiders. Walaupun di sana ada Tom Howell, Matt Dillon, Patrick Swayze, Rob Lowe, Emilio Estavez, Tom Cruise ...."

Sambil bicara seperti itu, Gungun menyandarkan bahu di samping poster filmnya dengan kedua tangan dimasukan ke kantong celana, mirip pose Ralp Macchio pada poster film Karate Kid itu. Lani paham maksud Gungun.

"Bilang aja kamu mirip Ralp Macchio ...," ujar Lani.

Gungun tersipu. "Itu kata Mamaku loh ...."

"Ya iyalah, Mama pasti muji muji anaknya dong!" Ujar Lani.

Lihat selengkapnya