Aksara dan tim kecilnya, Gema dan Sakti, berlayar di antara pulau-pulau kecil di Kepulauan Nusa Tenggara. Mereka membutuhkan bahan bakar dan suku cadang yang langka untuk perjalanan yang panjang.
Aksara memutuskan tujuan: sebuah pulau terpencil yang ia dengar dari Pamannya, tempat penyimpanan rahasia yang dijaga oleh seorang bijak.
Mereka tiba di sebuah pulau yang tertutup hutan lebat di dekat perairan Maluku. Aksara berjalan sendirian menuju sebuah gua kecil.
Di sana, 'Kiai Jalal' sedang duduk dalam posisi meditasi. Ia melihat Aksara, yang kini tampil sebagai Komandan bermata satu yang dingin.
"Selamat datang, √A," sapa Kiai Jalal. "Kau datang mencari senjata untuk membalas."
Aksara membungkuk. Rasa hormatnya kepada Kiai Jalal adalah salah satu dari sedikit sisa kepolosan yang ia miliki. "Aku mencari sumber daya, Kiai. Aku perlu menghancurkan kebohongan Jayaindo Zero."
"Dendam adalah keseimbangan yang buruk," balas Kiai Jalal. "Kau kehilangan satu mata karena kekejaman. Jangan biarkan mata yang tersisa buta karena amarah."
Aksara menatap Kiai Jalal dengan mata tunggalnya yang tajam, dipenuhi kebencian. "Kirana telah menciptakan surga palsu, Tuan. Dia adalah 'Dajjal' yang harus dimusnahkan. Dia membawa kebohongan yang manis."
Kiai Jalal tersenyum, senyum yang membawa beban ribuan tahun. "Metaforamu menarik, Anakku. Tapi Kirana bukanlah Dajjal."
"Lalu apa dia?" tanya Aksara pahit.
"Dia adalah 'Majut Makjut (Gog dan Magog)'," kata Kiai Jalal. "Dia adalah kekacauan yang terorganisir. Dia adalah hasil dari keinginan manusia untuk menciptakan keteraturan yang brutal. Mereka akan memenuhi bumi dengan kebohongan demi keselamatan diri."
Kiai Jalal menunjuk ke penutup mata hitam Aksara. "Tetapi, hati-hati, Aksara. Kau yang bermata satu, yang membawa kehancuran dan keadilan yang mutlak. 'Engkau yang mungkin adalah Dajjal itu sendiri'."
Kata-kata itu menghantam Aksara. Kiai Jalal tidak memprovokasi, tetapi menyajikan cermin yang kejam. Dajjal adalah pembawa fitnah dengan satu mata buta.
Aksara menyentuh penutup matanya. Ia menyadari: ia bisa jadi pembawa kebohongan yang sama, hanya dengan tujuan yang berbeda.
Kiai Jalal melanjutkan, "Tugasmu bukan menghancurkan orangnya, tetapi sistemnya. Kirana hanya bidak yang percaya diri."
Kiai Jalal menunjukkan Aksara ke 'Gudang Rahasia Pre-War', penuh dengan teknologi yang belum terjamah, termasuk 'Drone Pengintai Canggih' dan 'Armor Tempur Ringan Infiltrasi'.
"Alat ini akan membantumu, tetapi tujuannya harus tetap suci. Jangan biarkan dirimu menjadi fitnah," ujar Kiai Jalal.
Selama seminggu, Aksara dan timnya tidak hanya memuat peralatan itu ke perahu mereka, tetapi juga menjalani perbaikan mendasar pada mesin perahu.
Saat mereka bekerja, Kiai Jalal mengajarkan filosofi: "Kau ingin menghancurkan Kirana karena apa yang ia lakukan. Tapi apakah kau yakin 'Jayaindo Zero' adalah kejahatan, atau hanya 'peluang baru bagi pengkhianatan yang sama'?"
Aksara terdiam. Ia menyadari dia harus fokus pada 'sistem', bukan hanya pada Kirana.