Jakarta Zero √A: revenge of the white hair (series 2) novel edison

Pikri YAnor
Chapter #7

Dekonstruksi Manusia dan Tuhan yang Mati

Aksara dan timnya memasuki perairan dangkal di utara Halmahera, yang ditandai dengan banyak pulau karang dan celah sempit—jalur kapal selam yang mereka cari.

Setelah dua hari berlayar tanpa henti, kelelahan Aksara memuncak. Ia mulai melihat fatamorgana di kabut es yang menyelimuti laut.

Gema melihat kelelahan Komandannya. "Kita harus beristirahat, Komandan. Kita tidak bisa melewati celah itu dengan kondisi lelah."

Aksara setuju dengan enggan. Mereka berlabuh di sebuah pulau karang kecil yang ditutupi oleh sisa-sisa hutan mangrove yang membeku.

Saat mencari air bersih, Aksara menemukan sebuah bangunan beton tua yang tersembunyi di balik reruntuhan. Itu adalah stasiun penelitian laut 'pre-war'.

Di dalam stasiun itu, lampu darurat masih menyala redup. Di sana, duduk seorang pria tua dengan pakaian laboratorium yang compang-camping, matanya bersinar dengan intensitas yang tidak wajar.

Pria itu adalah 'Dr. Silas', seorang ilmuwan genetika yang terisolasi sejak Musim Dingin Nuklir.

Dr. Silas tidak takut. Ia menyambut Aksara dengan senyum dingin. "Selamat datang di tempat di mana kita berhenti berpura-pura menjadi manusia."

Aksara menatapnya dengan curiga. "Kami hanya mencari air dan beristirahat. Kami tidak ingin masalah."

Dr. Silas tertawa, suara yang terdengar seperti pecahan es. "Masalah? Masalah terbesar adalah 'menjadi manusia'. Kau lihat apa yang terjadi ketika manusia diberi kebebasan? Kiamat."

Aksara merasakan familiaritas dalam nihilisme Dr. Silas. Itu adalah suara Kirana, hanya saja lebih ilmiah.

"Manusia tidak pantas diselamatkan," lanjut Dr. Silas. "Mereka egois, mereka bodoh, dan mereka menyembah tuhan yang tidak pernah datang menyelamatkan mereka."

Dr. Silas menunjuk ke penutup mata Aksara. "Kau kehilangan mata karena manusia. Kau mencoba membalas dendam karena kau masih percaya pada 'nilai' manusia. Kenapa harus repot?"

Pertanyaan itu menusuk Aksara. Ia mulai mempertanyakan kembali dendamnya. Mengapa ia harus berkorban demi manusia yang telah menciptakan Kirana dan Jayaindo Zero?

Dr. Silas bangkit. Di sekelilingnya, ada banyak tabung yang berisi spesimen biologis aneh, hasil mutasi dari lingkungan nuklir.

"Mengapa harus menjadi manusia, Aksara? Mengapa tidak menjadi 'sesuatu yang lebih efisien'? Lebih kuat? Lebih logis?"

Aksara teringat Kiai Jalal yang berbicara tentang Dajjal dan Majut Makjut. Dr. Silas mewakili upaya ilmiah yang dingin untuk melampaui moralitas manusia.

"Kami berjuang untuk keadilan," tegas Aksara.

"Keadilan adalah fiksi. Satu-satunya kebenaran adalah 'kekuatan biologis'," balas Dr. Silas. "Tuhan mati. Manusia mati. Yang tersisa adalah potensi untuk menciptakan sesuatu yang baru."

Dr. Silas memberikan pukulan filosofisnya: "Manusia bukanlah ciptaan Tuhan, Aksara. Manusia lah yang tuhan. Kita adalah pencipta takdir kita sendiri, dan kita telah menciptakan kegagalan."

Lihat selengkapnya