Mata Jalaini memandang dengan saksama. Kedua pupilnya lebih besar meski cahaya lampu di malam hari tetaplah terang. Pupilnya bergerak dari kiri ke kanan. Kiri ke kanan. Begitu seterusnya. Sedangkan kepalanya tetap terpaku.
"Ini lagi," ucap Pak Kades yang duduk di sampingnya.
Kertas diberikan pada Jalaini lagi. Kertas itu masih terlipat. Kemudian Jalaini membuka kertas itu. Kertas tersebut terdiri dari beberapa lembar. Setiap lembarnya berisi tabel-tabel. Tabel itu terdiri nama pemilik rumah dan jumlah sumur.
***
Pagi setelah rapat penunjukan pemimpin penyelesaian kasus mutilasi di ruang Kanit Identifikasi, Jalaini bersama Anggoro berangkat ke kantor Kepala Desa. Mereka membawa surat sebagai permintaan resmi terkait data jumlah dan lokasi sumur yang ada di desa tersebut. Pak Kades mempersilakan kedua polisi tersebut masuk ke ruangannya. Permintaan dari kepolisian itu segera direspon oleh Pak Kades dengan meminta staf administrasi untuk mengecek data tersebut. Karena membutuhkan waktu yang lama, maka Pak Kades tidak menjanjikan selesai hingga jam kantor tutup.
Di sela-sela perbincangan itu, salah seorang warga bernama Pak Karto masuk ke kantor Kepala Desa terkait urusannya. Pak Kades memintanya masuk ke ruangan. Jalaini dan Anggoro bingung karena belum tahu tujuan Pak Kades mendatangkan Pak Karto.
"Dia yang jaga ronda pada malam satu Suro," terang Pak Kades. "Monggo, Pak Karto."
Pak Karto duduk di sebelah Jalaini. Dia menyalami kedua polisi itu. Ketika menyalami Jalaini, dia memanggil nama sebab sudah mengenal.
"Pripun?" tanya Pak Karto.
"Malam itu, Pak Karto jaga di mana?" Jalaini memulai interogasi.
***
Suara gamelan dan sinden mewarnai malam sakral. Dalang merapal cerita "Sumbadra Larung" dengan menggerak-gerakkan wayang kulit. Kidung dalang dan iringan sinden merajut dalam keharmonian gamelan dan gong. Pertunjukan wayang dan bayang menjadi kolosal pada malam satu Suro.
***
Dewi Sumbadra yang merupakan istri dari Raden Arjuna tewas oleh orang yang tidak dikenal. Raden Arjuna yang usai dari perjalanan terkejut melihat kejadian itu. Rasa kehilangan yang tidak bisa diterimanya membuat dirinya mendatangi Prabu Kresna untuk menghidupkan istrinya lagi menggunakan kembang wijayakusuma.
Namun Prabu Kresna menjelaskan bahwa bunga yang hanya mekar sekali dan gugur dalam semalam itu tak mampu menghidupkan nyawa yang benar-benar telah ajal. Wanginya tak mampu menarik roh yang telah diangkat. Cinta tetaplah cinta, Raden Arjuna tetap mendesak Prabu Kresna. Sang Prabu terpaksa mengeluarkan bunga putih suci nan indah itu. Bunga wijayakusuma dilewatkan pada jasad Dewi Sumbadra yang tak mampu mencium wanginya. Raden Arjuna benar-benar mengharap pada keajaiban itu. Sayangnya dia tak menyadari bahwa Prabu Kresna sedikit pun tidak merapal mantra.
Lama sudah bunga magis itu dikelilingkan pada jasad Dewi Sumbadra. Namun satu detak pun tak muncul dari wanita rupawan itu. Tak ada harapan. Yang pergi, sudahlah pergi. Raden Arjuna meratapi sang istri.
Ketika Raden Arjuna merelakan jasad istrinya dimakamkan, Prabu Kresna melarangnya. Sang Prabu mendapati mimpi bahwa Dewi Sumbadra meminta untuk dilarung di sungai. Biarkan jasadnya terbawa arus menuju lautan tak bertepi.
Jasad pun dilarung dengan perahu yang dihias mewah.
Diam-diam, Prabu Kresna menugaskan Raden Gatotkaca untuk mengawasi perahu itu dari angkasa. Prabu Kresna telah berbohong soal mimpi soal Dewi Sumbadra yang berwasiat itu. Namun tujuan larung itu agar bisa dilacak siapa otak pembunuhan itu. Maka terbanglah Raden Gatotkaca.
Di tengah perjalanan perahu, Raden Antareja yang baru sadar dari pingsannya dekat sungai itu melihat sebuah perahu yang terdapat wanita cantik sedang tidur. Sebab penasaran, dia terjun ke sungai dan berenang menuju perahu.
Gerak-gerik mencurigakan itu membuat Raden Gatotkaca menarik tubuh Raden Antareja ke angkasa. Karena berontak, Raden Antareja jatuh ke tanah. Terjadilah pertikaian yang disebabkan salah pemahaman satu sama lain.
Tiba-tiba Dewi Sumbadra bangun. Dia melerai pertikaian itu. Raden Gatotkaca tercengang terhadap kejadian yang ada di depannya. Kemudian Raden Antareja menjelaskan bahwa kembalinya hidup Dewi Sumbadra disebabkan Raden Antareja telah memercikkan Tirta Mustikabumi ke sang wanita itu. Hati nuraninya lah yang menggiring Raden Antareja menuju jasad Dewi Sumbadra.
Setelah pengucapan terima kasih, Dewi Sumbadra menjelaskan bahwa dirinya mati akibat desakan Raden Burisrawa yang terobsesi padanya.
***