Purworejo, Senin, 15 September 1986
Di ruang staf identifikasi usai upacara dan apel pagi, berkumpullah trio polisi. Jalaini meletakkan kedua siku di mejanya dengan kedua tangan saling mengikat. Anggoro duduk sambil mengerjakan laporan. Sedangkan Budiman mengisap batang rokok.
"Kepala..." Jalaini bergumam.
"Sumur tua itu?" tanya Anggoro dengan nada memastikan.
"Sumur tua?" Budiman penasaran dengan apa yang ditanyakan Anggoro.
"Sumur tua..." Jalaini merespon pertanyaan Anggoro dengan masih bergumam.
"Sumur tua?" Budiman semakin bingung.
"Sumur tua, tempo hari ada," terang Anggoro.
"Yo ayo cek!" ajak Budiman.
Tiba-tiba pintu diketuk lalu dibuka.
"Pak Ja, diminta ke ruangan," kata Sartika, polisi wanita berambut pendek.
Mengangguklah Jalaini lalu membuntuti Sartika. Dalam langkah-langkah itu, Sartika memberi tahu bahwa ada berita anak hilang. Jalaini menanyakan keterkaitan kasus yang ditanganinya dengan anak hilang itu. Polwan tersebut menjelaskan bahwa tidak ada hal pasti terkait itu, namun anak yang hilang itu adalah perempuan usia belasan tahun.
Sartika berhenti di depan pintu ruangan Kanit Identifikasi. Diketuklah pintu dan Kanit mempersilakan masuk. Sartika membuka pintu dan membiarkan Jalaini masuk sendiri.
"Anak itu adalah penari dolalak," sebut Sartika dengan volume lirih.
Jalaini menoleh.
Kanit meminta Jalaini duduk di depannya. Kemudian Sartika pamit pergi dan Jalaini menuntaskan permintaan atasannya. Mereka hanya berbicara empat mata. Kanit menanyakan tentang perkembangan penyelidikan. Jalaini menjelaskan hingga ditemukannya korban baru sehari sebelumnya.
"Ya, Ndan. Hanya saja masih sama. Belum ditemukan kepala," jawab Jalaini setelah ditanya terkait korban baru.
"Jadi itu alasanmu meminta tambahan tim untuk terjun?"
Jalaini mencondongkan tubuhnya ke depan. "Bagaimana lagi?"
"Baik."
Kanit membuka laci. Diambilnya sebuah amplop coklat dari dalamnya. Amplop itu diserahkan ke Jalaini. Amplop tersebut sudah terbuka meski ada keterangan RAHASIA.
Diambillah oleh Jalaini kertas di dalam amplop itu. Itu adalah hasil otopsi dari dua mayat awal. Dibacanya laporan itu dengan cepat. Kemudian ada foto-foto dari setiap korban. Salah dua darinya ditunjukkan Jalaini ke Kanit.
"Korban nomor 1, mawar merah? Dan korban nomor 2, mawar putih?"
Kanit mengangguk. "Bagaimana kelopak-kelopak bunga itu ada di perut mereka?"
Kedua pundak Jalaini naik. "Ini kami perlu selidiki lebih lanjut, Ndan."
"Apa agenda hari ini?"
Jalaini menulis pada kertas. "Saya mengajukan surat ke orang ini." Jalaini menyodorkan sebuah kertas itu.
Kanit mengambil dan membaca kertas itu. "Baik. Sartika akan mengetiknya. Nanti mintalah padanya."
***
Tim gabungan dari Polres dan semua Polsek di Purworejo berkumpul di depan kantor desa TKP. Kanit Identifikasi membagi regu per RW. Setiap regu diberikan peta titik-titik sumur sebagai target pencarian.
Salah seorang anggota polisi dari salah satu Polsek keluar dari lubang sumur dengan basah kuyup. Dia duduk di bibir sumur yang sebagian sudah berlumut itu. Sambil mengambil napas dan mengembuskannya berulang-ulang, dia menggeleng dan melambaikan tangan.
Kanit Identifikasi yang sedang bersama Kapolsek TKP itu mengangguk.
"Tinggal beberapa sumur lagi," ujar Kapolsek.