Terkadang jalan kehidupan seperti kamu sedang melihat sebuah majalah masakan, yang kelihatan sangat menarik dengan cover model populer berpadu rapih pada latar belakang ruang masak dari peralatan mewahnya merek eropa. Membalikkan lembar demi lembar kumpulan kertas tebal penuh sesak warna-warni mulai dengan cerahnya yang menyilaukan cakrawala, beranjak telunjuk kepada pekat, gelap, sampai berhenti diatas bentangan canvas putih dengan goresan hitamya. Ingin mencoba setiap petunjuk, akan tetapi tidak semudah yang dilihat.
Bisa jadi mirip dengan situasi ketika kamu masuk kedalam sebuah restoran sambil menghiasi ubin lewat jejak sepasang sneekers putih keabuan dengan logonya yang khas. Kamu duduk diposisi paling strategis dan nyaman menurut pandanganmu, biasanya sofa yang berdiri sejajar menatap kayu berkaki empat di sudut empat puluh lima derajat yang dipadatkan dengan lalu lintas udara tanpa penumpang.
Selang beberapa waktu, petugas restoran datang menghampiri dengan almamater yang menjadi identitasnya dan memberimu menu favorit di restoran itu. Didalamnya sangat banyak gambar, sedikit tulisan dan angka yang menggugah selera seperti mata terbius, tersembur dan meradang ke dalam taman bermain alam angan hingga menggugah selera . Apalagi ditambah barisan kata kata ramah dengan tertibnya, lembut, halus dari jamuan yang ingin menjadikanmu penguasa, semakin menjadilah kebingungan atas keinginan memilih menu yang mana dan berujung pada satu, yaitu es teh manis.