Perjuangan begitu berat sodara, melewati ranjau-ranjau jalanan, hamparan lubang dan parkir sembarangan yang menjadikan tarikan nafas Randy berdistorsi, berdetak dengan tempo satu per enam belas.
Belum lagi ditambah kelelahan sehabis mengeluarkan jurus salip menyalip mobil, kereta (motor), dan selap selip di jalan setapak dari celah sempit emak-emak yang sibuk dengan bursa saham pasar sayur pagi. Heemmm, tidak kalah fluktuatif tawar menawarnya dengan bursa efek.
“Hedehhhhhhh....biasalah emak-emak garis keras”.
Randy menggeber dan tancap gas dengan menyisakan dua puluh kilometer per jam di catatan spidometer pada dashboard motornya. Bukan apa-apa, semua perjuangan itu dilakukannya agar terhindar dari teriakan pluit mematikan petugas berkumis panjang melintang yang...? ya begitulah..
Akhirnya tinggal satu lampu merah lagi Randy tiba dikantor baru itu. Tapi perjuangan diantara debu pagi jalanan kota belum berakhir guys, tiba tiba motornya berjalan tidak stabil, bergoyang goyang seperti kereta barang tanpa muatan dan terdengar suara seperti meriam bambu di bulan puasa.
“Duuaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrr”
Eh ternyata.., kejadian tidak di duga mengahampiri, ban motornya bocor!
“Aimakkk...sial kali bahhhhhh, udah burur buru gini”.
Langsung lirikan mengarah dan jatuh pada jam tangan yang menunjukkan pukul delapan kurang lima menit, Randy pun kesal bukan main. Mukanya memerah diantara debu pagi jalanan kota.
Tak mau larut berlebih, Randy langsung memasang teropong jarak jauhnya untuk melihat dimana ada tukang tambal ban. Seperti Jack Sparrow dalam film pirates mencari pearl black yang dibajak, dia tegak lurus kedepan...gak ada terlihat, miring ke kanan..ga ada juga, miring ke kiri..hanya deretan ruko sedang berbaris seperti upacara pagi, dan semuanya tanpa hasil.
“Apa aku harus berenang kayak bajak laut setelah melompat dari kapalnya ya?”. Akkhhhh....janganlah berarti aku kalah, batin Randy bergejolak.
“Memang kalau sudah nasib, huhhhhhhfh”.
Mungkin karena masih pagi jadi belum masuk jam operasionalnya tambal ban kali ya. Tapi tidak patah arang, Randy pun mendorong motornya dengan bermodalkan perasaan yang gak karuan namun tetap semangat.
Lengan kemejanya digulung sampai terhenti dimata siku, kedua tangan atletisnya menampakkan bulu halus seperti rumput di taman gajah mada.
“Baru pake hand body pulak... jadi nempel lah debunya nih”
Perlengkapan ridernya tetap digunakan Randy, mulai helmet hingga sarung tangan semi kulit khas petarung jalanan. Kedua tangan menggengam erat handle motornya bagai kekasih yang tak ingin dipisahkan. Sepatu kulit yang baru dibelinya, hitam dan mengkilap harus menapak satu dan satu, seperti langkah peraga berjalan diatas catewalk.