Jalan Keluar

Magwa Hanggara
Chapter #2

2. Krustasea Laksita

Meski Laksita terkesan boyish, jauh di hatinya bersemayam pribadi yang halus, bagai seekor krustasea berdaging lembut di balik cangkangnya yang keras. Laksita juga adalah seorang perempuan yang sangat cerdas. Saat ia masih kecil, ayahnya yang over protective kerapkali mengurungnya di dalam rumah. Sebagai kompensasi atas dunia luar dan interaksi sosial yang tidak didapat Laksita, ayahnya selalu membelikannya buku, dari ensiklopedi sampai buku dongeng, dari buku dongeng sampai buku sastra. Kecerdasan ini membuat Laksita memiliki minat terhadap banyak hal, terutama seni. Semua bakat seni dan sifat mudah bergaulnya membuat ia dekat dengan banyak seniman lainnya di Bandung.

 Di pagi yang mendung itu, Laksita bersama kedua temannya, Gianti dan Renita, sedang berada di Kantin Masjid Salman ITB. Mereka telah bersahabat sejak masa ospek hingga akhirnya memutuskan membentuk sebuah grup band.

Kantin itu belum terlalu ramai. Seorang pegawai nampak kesal saat beberapa mahasiswa masuk dan menginjaki lantai yang sedang dipelnya. Seorang mahasiswi di salah satu sudut mengulurkan sesobek semur daging sapi kepada seekor kucing di kolong mejanya.

 “Kalian semua enggak usah khawatir. Hari ini semuanya gua yang bayar,” ujar Laksita yang duduk di samping tingkap sambil menepuk-nepuk dadanya yang ia busungkan.

“Alah, paling juga lu lagi ada maunya. Tempo hari juga lu nraktir gua ketoprak, ujung-ujungnya lu minta tolong gua supaya jadi detektif buat mata-matain Himawan. Gua yakin yang ini juga ada hubungannya sama Himawan,” sahut Gianti tanpa memandang Laksita, sebab pandangannya menumbuk layar smartphone di genggamannya. 

“Oke, gua cuma mau menegaskan secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, bahwa kebaikan gua tulus adanya. Ayo, silakan,” timpal Laksita sambil menyematkan sebatang pensil ke rambutnya yang ia gelung asal-asalan.

Mereka lalu beranjak menuju ruang makanan dan minuman, melewati televisi di dinding yang sedang menyiarkan berita. Kantin legendaris yang telah berdiri sejak lama itu memang menyajikan konsep prasmanan. Beberapa saat kemudian, mereka telah kembali dengan piring bersaji nasi dan lauk-pauk di masing-masing tangannya, kecuali Renita yang lebih memilih aneka kudapan kecil, juga segelas jus mangga.

Lihat selengkapnya