Aku bercerita tentang bagaimana toko ini menjadi satu-satunya sumber penghasilan orang tua untuk menyekolahkanku, sebagai konten kedua untuk promosi toko di aplikasi toktok. Aku sempat menyinggung toko ini yang hampir bangkrut, tetapi perlahan saat ini kami sedang berusaha membuat toko ini kembali bangkit.
Video ini tembus 1,5M viewers dan banyak komentar yang menanyakan di mana letak toko ini. Aku membalas pesan dengan mengarahkan mereka yang satu kota denganku untuk membeli lewat online saja karena toko masih tutup untuk pembelian langsung.
Tak disangka, walaupun transaksi lewat online, tetapi banyak yang pesan.
“Bungkusan ini mau kamu bawa ke mana?” Mama mengambil salah satu barang pesanan yang sudah kukemas.
“Ini pesanan customer, Ma. Aku jualan barang toko lewat online.”
Mama menatapku bingung. “Maksudnya jualan di internet?”
“Iya, video kemarin tentang perjalanan cinta Mama dan Papa, sebagai salah satu cara aku untuk promosi toko kita lewat internet. Terus aku buat video lain lagi dan banyak yang pesan, Ma. Makanya aku sibuk packing dari pagi.”
“Wah, kamu ada aja ide kreatifnya. Coba dari dulu kepikiran gini, mungkin Mama nggak usah capek nunggu toko seharian.”
“Menurutku Mama lebih cocok jualan di toko. Mau buka kamera aja, Mama masih salah pencet menu.” Aku menghindar dari Mama yang akan mencubitku. “Ampun, Ma.”
“Berapa orang yang pesan?” Mama menghitung jumlah barang yang sudah dipesan.
“Sekitar 50an orang yang pesan. Semuanya dalam kota. Kita minta ongkos kirim untuk diantar langsung ke rumah mereka untuk isi bensin di mobil Melisa. Kayanya bentar lagi dia udah datang jemput aku, buat antar pesanan ini.”
Selama tiga hari berturut-turut kami mengantar pesanan dari siang sampai malam. Namun, lama kelamaan capek juga tiap hari packing terus antar hampir ke seluruh penjuru kota. Aku sampai tidak sempat mengerjakan revisi skripsi lagi. Untung tidak dicari Pak Paris.
“Ma, aku buka toko besok ya. Seminggu mau libur jualan online,” kataku setelah dipersilahkan masuk ke dalam kamar Mama.
“Nggak takut tertular virus?” Mama bertanya dengan raut khawatir.
“Tenang aja, Ma. Aku udah pikirkan caranya biar aman. Pembeli hanya boleh sampai di depan pintu aja karena nanti pintu masuk akan kita halangi dengan kardus dan karung beras. Terus bagian atasnya pakai plastik. Nanti bagian bawahnya aku lubangi---”
Mama mengernyit dahi dalam mendengar pertanyaanku.
Aku menggaruk pelipis menahan malu. “Mama bingung ya. Aku aja bingung jelasinnya. Pokonya kayak gitu, lah.” Aku terbahak kemudian disambut tawa Mama.
***