Aku memang tidak berbakat mengerjakan banyak pekerjaan sekaligus. Terlalu fokus menjaga toko sambil membuat konten untuk PAAZ, mengakibatkan otakku terlalu lelah untuk berpikir. Aku jadi mengabaikan revisi skripsi yang selalu kurencanakan dikerjakan pada malam hari. Sementara waktu terus berjalan dan wisuda tinggal satu bulan lagi. Pak Paris juga sudah menerorku lewat sindirannya ketika selesai meeting mingguan.
“Jangan kira setelah selesai ujian skripsi, kamu akan langsung wisuda. Saya tunggu tiga hari lagi revisimu sudah selesai.” Dia mengarahkan telunjuknya ke arah layar untuk mengancamku.
“Tiga hari terlalu singkat, Pak. Aku lagi nggak bisa mikir cepat. Tolong kasih waktu aku seminggu. Aku mohon, Pak,” pintaku dengan mengatup kedua tangan di dada. Seiring seringnya kami berkomunikasi karena masalah pekerjaan, aku jadi sedikit lebih rileks dan berani ketika berhadapan dengan Pak Paris.
Pria itu berdecap. “Kamu mau atur saya?” tanyanya dengan suara dingin dan tatapan datarnya.
“Bukan seperti itu, Pak, tapi sekarang saya lagi jaga toko. Makanya belum sempat kerjakan revisi,” balasku sedikit memelas. Jujur ini hal sedikit memalukan karena aku dimarahi ketika anak-anak yang lain belum keluar dari meeting room dan mereka menatapku lewat layar sambil cekikikan.
“Itu urusan kamu. Cepat kerjakan revisinya kalau mau cepat wisuda!” serunya sedikit menaikan volume suaranya.
Terpaksa tiga hari ini aku harus menutup toko. Sebenarnya aku mau minta tolong Kak Rani untuk menjaga toko sementara waktu, tetapi Mama melarang. Kejahatan yang dilakukan Dody yang mengambil uang Mama masih meninggalkan trauma untuk mempercayakan toko pada orang lain.
Namun, kami masih menerima orderan lewat online yang sekarang sudah ditangani oleh Kak Rani sebagai admin dan semua pembayarannya lewat transfer, jadi Mama tidak perlu kuatir ketika aku hanya bertugas mengawasi dikala menyelesaikan revisi.
***
“Ros. Revisimu udah selesai?” tanya Azada kesekian kalinya sejak aku selesai ujian skripsi.
“Belum. Kamu mau bantu revisi punyaku?” Aku mengubah posisi tubuh terlentang dan mengambil selimut menutupi kaki.
“Punyaku aja nggak kelar-kelar, Ros. Aku mau minta tolong bisa nggak?"