The power of kepepet bisa membawaku untuk menyelesaikan revisi sesuai tenggat waktu yang dibuat Pak Paris. Aku mengirim file yang sudah direvisi ke penguji dan pembimbing untuk diperiksa. Bersyukur, semua menyetujui dan tak ada revisi lagi.
Ujian di saat pandemi seperti ini, pihak kampus membuat kebijakan untuk pendaftaran wisuda dapat dilakukan secara online dengan mengunggah seluruh file yang terkait dengan administrasi wisuda melalui website kampus. Namun, mahasiswa yang sudah dinyatakan lulus lewat yudisium online tetap harus mengirimkan hard copy skripsi tiga rangkap lewat ekspedisi ke kampus. Setelah itu pihak kampus akan mengirim toga, topi, dan medali wisuda ke alamat rumah para calon wisudawan. Sedikit berliku prosesnya, tapi bersyukur bisa melewatinya dengan baik.
Dari semalam rumahku sudah ramai dengan Om, Tante, dan para sepupu yang sibuk mendekor ruang tamu dengan berbagai hiasan. Aku sampai terbahak ketika seorang sepupuku membuka bundelan besar yang ternyata spanduk bertuliskan “Happy Graduation, Arosa., S. Ak” beserta fotoku dari kecil sampai memakai toga wisuda. Pantas saja, dua hari yang lalu mereka mati-matian memaksaku untuk memakai jubah wisuda lengkap dengan perlengkapan lain dan memotretku dengan kamera DSLR.
Aku dan mama sudah bersiap di ruang tamu dan menyaksikan acara wisuda melalui layar laptop yang disambung internet dari ponselku. Walaupun penyelenggaraannya lewat online, tapi semua berjalan dengan khidmat, hanya saja aku harus menahan geram karena para sepupuku yang masih kecil terlalu berisik.
“Mama, ribut banget sih di belakang. Tolong kasih tau mereka diam sebentar. Aku nggak bisa dengar apa kata rektor sama pembawa acara.” Wajahku yang sudah dipakaikan make up dari jam empat pagi karena acaranya dimulai jam delapan sedikit cemberut.
Mama beranjak sebentar ke ruang keluarga untuk menegur. Lebih tepatnya mengusir mereka karena mama berseru cukup nyaring, agar menjauh dari ruangan ini. Aku memijat pelipis, mendadak kepalaku pusing. Kacau sekali hari ini.
Kini aku bersiap berdiri menyamping dari layar dan menghadap Mama. Untuk menunggu giliran namaku dipanggil oleh pembawa acara. “Arosa Maharani, Sarjana Akuntansi.” Kemudian aku menunduk dan mama memindahkan tali topi dari kiri ke kanan. Setelah itu aku dan mama berdiri sejajar menghadap kamera dan memberi hormat pada para hadirin dengan sedikit membungkuk, tangan dikatupkan di depan dada. Setelah layar berpindah ke wisudawan yang lain, mama memelukku dengan erat.
Bahu Mama terguncang dan aku membalas pelukan mama sambil mengusap punggungnya pelan. Aku mengerjap mata beberapa kali agar air mataku tak keluar. Hari ini aku tak ingin merusak dandananku.
Mama melepas pelukan lalu mengatup kedua pipiku dengan tangannya. “Kamu udah sarjana. Kita udah menang,” ucap Mama sambil mengulas senyum lembut di bibirnya.
Aku tak bisa lagi menahan lelehan air mata dan kembali memeluk Mama. Ya, kita … aku sudah menang melawan rasa malas, takut, kuatir yang dulu selalu jadi temanku.
“Terima kasih, Ma. Nggak pernah menyerah untuk membuatku pantas menyelesaikan sekolah ini.”
***
Ada positifnya juga aku wisuda online di rumah, jadi banyak orang yang menyambutku ketika acara wisuda telah usai. Bayangkan kalau aku wisuda di kampus. Mungkin hanya mama yang menyambutku seusai acara bubar.