Pantas saja pak Paris pernah bertanya tentang destinasi wisata di kotaku, tapi buat apa dia ke sini. Bukannya pemerintah sedang melarang penerbangan kalau bukan perjalanan dinas. Sudahlah, buat apa aku memikirkan hal yang bukan urusanku.
“Ma, Azada kirim pesan kalau pak Paris lagi ada di kota ini.” Aku bercerita pada mama saat makan malam.
“Ke sini untuk temui kamu? Suruh dia nginap di rumah ini aja,” balas mama enteng.
“Buset. Dia itu bukan temanku, tapi dosen, Ma. Nggak pantas banget dia nginap di sini. Lagian mungkin Pak Paris kemari karena ada urusan kerjaan atau liburan dengan temannya.” Aku memasukan suapan terakhir sebelum membawa piring kotor ke dapur.
Ponselku berbunyi saat aku meletakkan piring kotor di zink tempat cuci piring. Aku hampir melempar ponsel karena nama yang muncul adalah orang yang sedang aku pikirkan.
“Halo, Pak.”
“Halo, Ros, kamu sedang apa?”
“Pak, kita nggak sedekat itu untuk nanya ‘lagi ngapain?’ agak aneh aja,” tuturku agak takut nanti disembur balik olehnya.
Dia menghembuskan napas keras. Kayaknya aku akan disemprot balik. “Saya lagi di kotamu sekarang. Sudah dua minggu saya jalani karantina dan sekarang saya sudah diperbolehkan keluar. Sekarang saya lagi bingung mau makan apa, tadi sempat jalan di sekitar hotel, tapi nggak ada warung yang buka.”
Aku melihat jam menunjukan pukul sembilan malam. Terang saja sudah tutup karena pemerintah kota mengijinkan tempat makan hanya dibuka sampai jam delapan malam.
“Bapak nggak pesan makanan dari hotel?”
“Sudah, tapi nggak kenyang dan rasanya kurang enak.”
Sudah tempat orang bukannya bersyukur ada yang bisa sediakan makanan, ini malah mengeluh.
“Pak Paris minum air yang banyak aja biar kenyang. Sudah malam, pasti capek juga ‘kan, nggak usah jalan-jalan dulu takut nanti dibegal orang jahat. Bapak, istirahat aja, ya.” Aku langsung menutup mulut sadar kalau baru saja bertingkah seperti seorang istri yang mengomel kepada suaminya. Aku langsung memukul kepala karena mulai berpikir hal tak masuk akal.
“Iya. Besok kamu mau ngapain?” tanya Pak Paris lagi.
“Aku jaga toko offline dan online. Bapak ngapain di sini.”
“Ya, sudah. Selamat malam ya. Maaf mengganggu.” Pak Paris langsung memutus panggilan sepihak.
Pertanyaan yang terakhir belum dijawab. Aneh banget, telepon orang hanya untuk menanyakan hal tak penting. Dia kesini untuk apa? Pak Paris, kamu membuat seorang anak akan terlelap dengan rasa penasaran yang membumbung tinggi.