Jalan Menuju Terang

Michael Rully
Chapter #3

Persimpangan di Tengah Persahabatan

Sore itu, Ardian duduk di sebuah kafe kecil di tengah kota bersama sahabat-sahabatnya. Kafe ini telah menjadi tempat pertemuan mereka selama bertahun-tahun—tempat di mana mereka bisa melepas penat, tertawa lepas, dan berbagi cerita tanpa beban. Ardian memandangi meja kayu tua yang dipenuhi cangkir kopi dan piring-piring kosong, sementara suara musik akustik mengalun lembut di latar belakang. Keempat sahabatnya duduk di sekeliling meja, masing-masing dengan ekspresi yang berbeda.

"Jadi, Ardian," suara Samuel memecah keheningan. Samuel, sahabat terdekat Ardian sejak SMA, adalah sosok yang penuh semangat dan spontan. "Kapan kau akan berhenti merenung dan mulai membuat keputusan? Sudah berapa lama kita mendengar soal 'panggilan' ini?"

Ardian tersenyum kecil, tetapi senyumnya penuh dengan kelelahan. "Aku sedang mencoba, Sam. Ini bukan keputusan yang mudah."

Livia, seorang dokter muda yang selalu rasional, menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Aku mengerti, Ardian. Tapi kau harus tahu, semakin lama kau menunda, semakin berat beban yang kau tanggung. Keluargamu... Clara... mereka semua menunggu jawaban darimu."

Ardian menundukkan kepala, tangannya memegang cangkir kopi yang mulai dingin. "Aku tahu. Tapi bagaimana aku bisa memilih? Jika aku memilih keluarga, aku mengkhianati panggilan ini. Jika aku memilih panggilan, aku meninggalkan semua yang telah aku miliki... semua yang mereka harapkan dariku."

Di seberangnya, Eko—yang paling pendiam di antara mereka—akhirnya angkat bicara. "Ardian, kau selalu menjadi orang yang bijak di antara kita. Tapi kali ini, kau terlalu keras pada dirimu sendiri. Kau harus jujur dengan dirimu. Apa yang benar-benar kau inginkan?"

Pertanyaan itu menusuk hati Ardian. Apa yang benar-benar ia inginkan? Bahkan ia sendiri tak tahu jawabannya. Di satu sisi, ada panggilan suci yang tak bisa ia abaikan. Di sisi lain, ada keluarganya, Clara, dan kehidupan yang selama ini ia jalani.

"Kadang aku berpikir," lanjut Ardian, suaranya pelan, "bagaimana jika aku salah? Bagaimana jika ini hanya pelarian dari semua tekanan yang aku rasakan?"

Livia menatapnya dalam-dalam. "Ardian, ini bukan soal benar atau salah. Ini soal menemukan jalan yang membuatmu damai. Apa pun yang kau pilih, akan ada konsekuensinya. Tapi kau tidak bisa terus hidup di antara dua dunia."

Lihat selengkapnya