Setelah pertemuan dengan Clara, Ardian merasa semakin mantap dengan panggilannya. Meskipun hatinya penuh dengan kebingungan dan ketakutan, ada sesuatu dalam dirinya yang merasa harus melangkah maju. Tidak hanya karena dorongan dari dalam dirinya, tetapi juga karena pengalaman-pengalaman yang telah membentuknya selama ini. Meninggalkan Clara dan kehidupan yang ia kenal bukanlah hal yang mudah, tetapi setiap kali ia melangkah ke gereja, ia merasa seolah-olah ada kedamaian yang ia temukan di sana.
Ardian mulai lebih terlibat dalam berbagai kegiatan gereja, semakin dekat dengan komunitas yang telah lama ia kenal. Ia bergabung dengan Organisasi Mahasiswa Katolik (OMK), tempat ia bertemu dengan banyak orang muda yang penuh semangat dan tekad untuk melayani. Di sana, ia menemukan semangat pelayanan yang mengingatkannya pada panggilan yang semakin jelas dalam hatinya. Setiap kali ia berbicara dengan teman-teman OMK, ia merasa lebih dekat dengan misi yang Tuhan percayakan kepadanya.
Tidak hanya terlibat dalam OMK, Ardian juga melangkah lebih jauh dengan menjadi anggota koor. Awalnya, ia merasa ragu apakah ia cukup layak untuk bernyanyi demi kemuliaan Tuhan. Namun, semakin ia melayani, semakin ia merasa panggilan itu menguat. Ardian merasakan kehadiran Tuhan dengan cara yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Hari-hari di gereja mulai menjadi bagian dari hidupnya yang tak terpisahkan. Pelayanan di OMK, menjadi misdinar, serta membantu dalam acara gereja lainnya memberikan makna yang lebih dalam pada hidupnya. Ketika ia melihat senyum orang-orang yang ia bantu, atau ketika ia bisa membantu mereka menemukan ketenangan melalui doa, Ardian merasa semakin yakin bahwa jalan ini adalah jalan yang tepat.
Menghadapi Tantangan dalam Pelayanan
Namun, perjalanan ini bukanlah tanpa tantangan. Terkadang, ada momen-momen ketika Ardian merasa lelah dan bingung, ketika pertanyaan tentang masa depannya kembali menghantui. Ia mulai merasa ada bagian dari dirinya yang masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ia harus melepaskan kehidupan duniawi yang telah lama ia kenal. Ada saat-saat ketika ia ingin lari dari segala komitmen ini dan kembali ke hidup yang lebih sederhana, di mana ia tidak harus berhadapan dengan keputusan besar setiap hari.
Di tengah kebingungannya, Clara tetap hadir dalam hidupnya—mendukung tanpa menghalangi. Clara memahami perjuangan Ardian, meskipun ia tidak pernah menginginkan Ardian memilih jalan yang lebih sulit. Suatu sore, setelah misa, mereka duduk bersama di taman gereja.
"Ardian," kata Clara, menatapnya dengan lembut. "Aku tahu ini tidak mudah. Tetapi, ingatlah, kau tidak sendiri. Tuhan selalu bersamamu dalam perjalanan ini."