Jalan Menuju Terang

Michael Rully
Chapter #8

Pergumulan Batin Clara di Taman Gua Maria

Malam itu, setelah perayaan Ekaristi, Clara memutuskan untuk berjalan sendiri ke taman belakang gereja. Taman itu adalah tempat yang ia kenal baik, tempat di mana ia sering mencari kedamaian ketika pikirannya terasa kacau. Di sudut taman, terdapat sebuah gua kecil yang dibangun untuk penghormatan kepada Bunda Maria. Gua Maria itu selalu memberikan rasa tenang yang tidak bisa ia temukan di tempat lain. Di sanalah ia bisa berdiam diri, merenung, dan berdoa, jauh dari kebisingan dunia yang sering kali membuatnya merasa tertekan.

Suasana malam itu begitu hening. Suara angin yang berhembus lembut melalui daun-daun pohon dan nyanyian serangga menjadi pengiring langkah Clara yang perlahan menuju gua. Di bawah cahaya rembulan, taman itu tampak begitu damai. Clara berhenti sejenak di depan gua, menatap patung Bunda Maria yang terbuat dari batu putih. Dengan wajah penuh kasih, Bunda Maria tampak memeluk tubuh kecil Yesus. Clara merasakan kedamaian yang biasa ia rasakan setiap kali datang ke tempat itu, tetapi malam ini, hatinya terasa lebih berat.

Clara duduk di bangku batu yang ada di dekat gua, menundukkan kepala. Meskipun suasana sekitar begitu tenang, perasaan yang menyelimuti hatinya sangat jauh dari ketenangan. Pikiran tentang Ardian, tentang perasaannya sendiri, terus-menerus berputar dalam benaknya. Semakin ia mencoba menenangkan diri, semakin ia merasa sesak.

Ia mengingat percakapan mereka di gereja beberapa waktu yang lalu. Ardian, sahabat yang begitu dekat dengannya, kini berada di persimpangan jalan, memutuskan untuk mengikuti panggilan hidup yang akan membawanya lebih dekat dengan Tuhan, sebagai seorang pastor. Clara tahu bahwa keputusan itu bukanlah sesuatu yang mudah bagi Ardian, dan meskipun ia selalu mendukungnya, ada bagian dalam dirinya yang merasa terbelah. Clara merasakan perasaan yang lebih dalam daripada sekadar persahabatan. Ada keinginan yang tak terungkap, sebuah perasaan yang ia tak tahu harus diberi nama apa.

Apakah ini hanya rasa sayang sebagai sahabat? pikir Clara. Atau mungkin... aku lebih dari itu? Clara meremas jemarinya, seakan mencoba menghentikan pikiran-pikiran yang semakin mengacaukan perasaannya.

Lihat selengkapnya