Seorang laki-laki matang, berumur sekitar 46 tahun membukakan pintu mobil, dengan senyum simpatik. Sepasang kaki jenjang dengan pump shoes berhak tujuh centimeter warna merah, mengayun anggun. Perempuan yang sebaya dengannya itu membalas senyumannya, turun dari pintu yang terbuka. Wajahnya masih cantik di usianya yang hanya terpaut dua tahun lebih muda.
Mereka baru saja pulang dari makan malam berdua di sebuah tempat yang lampu-lampunya memayungi dengan indah. Hari itu cukup melelahkan, namun ketika dentingan lembut piano mengiringi suara merdu sang pujaan hatinya bernyanyi, rasanya semua penat menguap dalam pekatnya malam.
“Apa kamu baik-baik saja, Karin?” laki-laki itu dengan lembut merapikan rambut panjang perempuan yang bernama Karina itu.
“Aku harus mengurus semua secepatnya, Bim.. . Jadwal sudah kukosongkan khusus untuk dia.” Jawab Karina.
Laki-laki itu mengangguk maklum, “Ya, aku tahu..” jawabnya sabar.
“Terimakasih untuk makan malamnya dan juga nyanyianmu. Bisa menjadi kekuatanku sampai nanti kita bertemu.” Karina berujar.
“Aku sudah menyiapkan perjalanan dinas, bertemu klien dan memantau lokasi proyek kita selanjutnya. Sepertinya itu yang akan bisa membuatku bertahan tidak bertemu denganmu. Membuat kepalaku sibuk adalah cara agar aku akan baik-baik saja tanpa kamu di sampingku.” Jawab Bima.
Biasanya mereka tidak pernah berbincang dengan suasana muram, keduanya selalu saling memberikan energi yang menghidupkan. Menyelipkan harapan dalam tiap kesempatan.
Kecuali untuk saat-saat seperti ini. Ketika Karina harus kembali ke rumah dan berperan sebagai seorang ibu dan isteri.. orang lain.
Sekitar sebelas tahun yang lalu semua berawal, ‘sebuah pertemuan takdir’, begitu yang selalu dikatakan Bima, dan diyakini Karina.
“Dalam sebuah babak kehidupan, kemalangan akan selalu ada, dia hadir untuk mengiringi keberuntungan. Jika kamu sudah merasa terlalu sedih, maka yakinlah, sebentar lagi kebahagiaan akan menjelang..”
Ujar Bima ketika mengungkapkan perasaannya, saat itu.
Hari ketika Karina merasa akhirnya dia menemukan keberuntungan. Sebuah kesempatan untuk bisa kembali merasakan bahagia.
Karina menatap pria di depannya, ada banyak hal yang ingin dikatakannya. Tapi rasanya semua akan kehilangan makna dalam untaian kalimat apapun yang kini ada di kepalanya. Karena itu dia enggan mengucapkannya. Kadang memang ada hal-hal yang kita rasakan, tidak pernah bisa cukup terwakilkan oleh keterbatasan cara manusia berbicara.
Namun bertahun-tahun bersama, Bima dapat menerjemahkan apa yang ingin disampaikan oleh Karina dalam tatapan matanya.
“..dan aku akan selalu ada untukmu,” ujarnya.
Perempuan manapun akan merasa bahagia hidupnya jika diperlakukan dengan penuh ketulusan, tanpa pernah menuntut, dan juga rasa kagum yang tak pernah pudar.
Mereka berdua saling mengagumi dan menghormati satu sama lain. Meski masing-masing tahu bahwa mereka tidak mungkin saling memiliki.
Cerita indah mereka berdua hanya bisa tersimpan dalam bayangan rahasia. Yang entah kapan bisa menjadi realita.
Karina mengangguk, sambil merapikan dasi dan kerah kemeja pria yang amat disayanginya itu. Yang sebenarnya tidak berantakan sama sekali, masih sangat rapi. Dia hanya ingin memberikan tanda bahwa semua akan baik-baik saja. Dia akan menjaga kepercayaan Bima, sosok pria yang dulu pernah menyelamatkan hidupnya.
***