Mungkin kekhawatiran Adhi ada benarnya.
Suatu hari di pegunungan, di perkebunan milik kakek, aku pernah menyelamatkan seorang perempuan yang tenggelam di sebuah danau. Mata dan mulutnya ditutup kain, tangannya diikat tali. Sepertinya dia tidak melihat arah jalan.
Tidak jauh dari perempuan itu, ada sebuah mobil terbalik, sepertinya berguling jatuh dari jurang. Apa perempuan itu ditinggalkan sendirian dalam mobil? Karena aku tidak melihat ada tanda-tanda orang lain disana.
Usiaku masih sekitar 15 tahun, tapi garis keturunan ayah mewariskan postur tinggi besar, hingga akupun jauh lebih tinggi dibandingkan anak-anak seumurku.
Dengan cepat aku berenang di danau yang sangat dingin itu, aku menariknya ke daratan dan membuka ikatan tangan, mata dan mulut perempuan malang itu.
“Terimakasih.. namaku Lilac..” ujarnya dengan bahasa yang tidak kukenal, tapi anehnya, aku bisa memahami.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanyaku.
Perempuan berambut keriting berusia sebayaku dengan telinga berujung lancip dan bibir yang membiru itu tertawa miris. Dia sebenarnya cantik, dan aku seperti mengenali nada dalam suaranya.
“Aku masih hidup.. dan itu adalah hal baik..” dia menepuk punggungku lembut.
Kakinya masih lemah, hingga aku harus membantunya berjalan, memapahnya menjauhi mobil yang terlihat berbahaya karena mengeluarkan bau bensin.
Kami berhenti sebentar di bawah pohon besar agar Lilac bisa bersandar. Kulepas jaket tebalku dan menyelimuti bahu kurusnya yang menggigil kedinginan.
“Rumah keluargaku tidak jauh dari sini.. bertahan sebentar lagi ya?” aku mencoba menguatkan Lilac.
“Terimakasih.. kamu baik sekali..” jawabnya. Suaranya lirih, namun aku melihat sepasang mata yang hangat dan bersahabat.
Lalu, seorang laki-laki menyandang senapan laras panjang, terlihat di kejauhan, berjalan menuju ke arah kami. “Aku tahu jalan pintas..” bisikku pada Lilac.
“Siapa dia?” tanya Lilac.
“Orang yang selalu aku hindari. Entah kenapa dia seperti selalu datang untuk menembakku..” jawabku pelan.
“Tanpa alasan?” tanya Lilac.
“Aku hanya tahu bahwa aku harus menyelamatkan diri jika dia datang..” jawabku dengan dada berdegup kencang, karena pria itu semakin mendekat.
“Aku percaya padamu,” ujar perempuan itu.
Lalu, ketika kami kembali ke tempat mobil yang ditumpangi Lilac berguling dari tebing, laki-laki itu menarik pelatuk dan menembak ke arah tangki bensin yang tumpah di tanah.