“Itu papamu?”
Tanya Ungu, yang sepertinya sudah agak lama berdiri tidak jauh di belakang. Lalu ia duduk di sebelahku, membawa air minum.
Aku mengangguk, “Pihak yang sejak lama kuserang.. . Aku sendiri tidak tahu persis apa yang kutentang. Seperti ingin melawan penjara yang tidak kasat mata, tapi terasa begitu nyata.”
Sekarang, Ungu yang mengangguk-anggukkan kepalanya. Kami berdua, atau mungkin hanya aku yang merasa, seperti menemukan banyak kemiripan satu sama lain. Atau mungkin tidak banyak, hanya beberapa, tapi sangat berarti. Dan itu terasa menyenangkan. Seperti menemukan teman senasib sependeritaan.
“Apa dengan hal itu kamu pernah berpikir, jika sebenarnya manusia cenderung hanya ingin mencari masalah?” Ungu bertanya.
“Karena munculnya masalah berarti datangnya sebuah solusi..?” Aku balik bertanya sambil mengernyit.
“Itu.. jika kita mencari..” ujar Ungu.
Aku mengangguk membenarkan, “Ya, seringkali masalah hanya membuat kita tenggelam dalam kemarahan tak bertepi. Memakan jiwa kita perlahan tapi pasti..”
“Kamu sendiri.. mencari solusi, atau membiarkan masalah menenggelamkanmu?” tanya Ungu lagi.
“Aku sudah tenggelam sejak lahir, Ungu. Seperti hidup dengan alat bantu agar jantungku bisa terus berpacu..” aku mencoba menjawab dengan bahasa yang bisa cukup menggambarkan keadaanku.
Ungu menyapu pandangannya ke arah wajah, leher dan dadaku, seperti mencari-cari dimana alat bantu yang kusebutkan itu.
“Pertama, apakah kamu baik-baik saja? Kedua.. apa alat bantu itu tersembunyi?” gadis itu terlihat penasaran.
Aku tersenyum, karena dua hal. Pertama.. wajahnya terlihat lucu, kedua, diperhatikan seperti itu membuatku sangat bahagia.
“Itu.. cuma kiasan kok..” jawabku sambil mengibaskan tangan di depan wajah Ungu yang masih terlihat ragu dengan jawabanku barusan.
“Kiasan yang menyisakan tanya..” tukasnya.
“Kamu gak suka dengan rasa penasaran, atau mungkin jurusan filsafat lebih tepat untukmu? Kegelisahan dan tanya yang tak bertepi.” Aku sedikit menggodanya.
“Yang pertama! Karena aku gak suka ditinggal dalam pertanyaan di kepala..” jawabnya serius.
“Apa yang membuatmu seperti itu?” aku yang sekarang penasaran.
“Ayahku..” jawab Ungu singkat. Ada nada getir dalam suara alto-nya.