Jalan Pulang

Kenya Indrasti M
Chapter #13

Rumah Jl Pegangsaan

Aku menelepon rumah Ungu, aku yakin nomor yang kuputar adalah nomor yang sama. Namun mereka tidak tahu Ungu dimana.

Bukan..

bukan.. .

Mereka mengatakan, tidak ada yang bernama Ungu disana.

 

Aku menceritakan hal yang sama berulang-ulang pada Adhi di telepon. Dan merasa sangat marah.

Ungu bukan hanya hilang tapi raib tak berbekas.

Jika dia hanya ada dalam ilusi, maka rasanya tidak ada lagi yang bisa kuharapkan. Asa ku sudah di ambang batas.

 

“Jongga.. tenanglah dulu.. mungkin nanti kamu bisa bertanya ke tempat para mahasiswa biasa bekumpul untuk mengadakan rapat?”

 

“Bagaimana jika mereka juga tidak mengenal Ungu? Bagaimana jika hanya aku yang melihatnya? Selama ini dia hanya ada di kepalaku saja?”

 

“Kamu belum membuktikan. Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan.. . Semakin cepat kamu bisa menguasai diri, semakin cepat pula dokter mengizinkanmu pulang..” suara Adhi terdengar menenangkan.

 

Aku mengangguk, memandangi satu kakiku yang diikat, juga selang infus dengan jarum pada lengan kiriku, kemudian menjawab pelan, “Ya Mas Adhi..”

 

“Ya sudah, kamu istirahat lagi. Fokus dulu pada kesehatanmu..”

 

***

 

Karina termangu di dalam mobil, memandangi kaca-kaca sebuah gedung tinggi. Di sana, di salah satunya, Jongga anak kesayangannya tengah berada. Semalam, dia mendapat kabar lewat telepon dari seseorang yang bernama Adhi. Dia mengaku mendapatkan kontak dari ponsel Jongga.

 

Orang itu mengabarkan bahwa Jongga, anaknya tengah berada di rumah sakit. Sejak tadi malam, di rumah sakit yang biasanya merawat Jongga.


Kelihatannya orang ini begitu dekat dengan anaknya. Ada rasa cemburu terlintas di benaknya, namun bukankah semua ini juga karena apa yang dia perbuat sendiri? Dia menjaga jarak dengan anak satu-satunya karena kebencian pada ayahnya.

 

Dan kenyataannya, dia bisa mendarat kembali di tanah air dengan jet pribadinya, membatalkan semua janji rapatnya, baru pagi ini. Apa dia masih bisa menyalahkan orang lain?

Begitu juga Buana, dia malah tidak bisa menjenguk anaknya hingga besok, atau paling cepat sore nanti. Ada misi rahasia yang sedang dikerjakannya. Seperti biasanya, karina tidak pernah tahu apapun itu.

 

Bima menggenggam jemari wanita yang disayanginya sekian lama. Dia membantunya bangkit dari keterpurukan dan menjadi dirinya sendiri.

Bukan sekadar perempuan yang terpandang karena jabatan suaminya, atau nama belakang keluarganya. Namun benar-benar berdiri cemerlang di atas kekuatannya sendiri. Meskipun di bawah kakinya jalan yang harus dia tapaki adalah bara api dan semak berduri.

 

Sekarang semua orang mengenal seorang Karina dengan kecerdasan, ketangguhan dan segudang prestasinya. Jauh berbeda dengan perempuan manja yang ditemukannya tengah ambruk karena mabuk di arena olahraga, kala pertama melihatnya.

Lihat selengkapnya