Jalan untuk Dilalui

Regina Mustika
Chapter #5

BAB 5

Sampai waktunya makan malam, aku tidak menemukan Lim di barisan. Di akademi ini, para murid berbaris berdasarkan kelas. Penempatanku di kelas pemilik darah murni menjadikan aku tidak perlu berlama-lama mengantri makanan karena barisanku hanya terdiri dari kami bertiga.

Tapi malam ini, hanya ada Tom yang menyapaku dengan senyumannya. Lukanya sepertinya sudah tidak begitu membuatnya kesakitan.

“Malam, Yui.”

Aku tersenyum dan mengambil nampan makananku. “Malam, Tom.”

“Sepertinya lukamu sudah membaik, aku benar?” tanyaku seraya berjalan beriringan dengannya ke salah satu meja. Jes tidak ikut makan malam kali ini, jadi aku mengiyakan ajakan Tom untuk makan dengannya.

“Yah, kau benar. Obat dari Tuan Zel membuatku lebih baik,” jawabnya.

Kami duduk di salah satu meja, lantas pandanganku kembali menyapu ke sekeliling. “Tom, kau tidak melihat Lim?” tanyaku.

Tom melakukan suapan pertamanya dan menggeleng kecil. “Aku belum bertemu dengan Lim sejak tadi siang.”

Yah, sejak Lim keluar siang tadi, ia bahkan tidak mengikuti kelas selanjutnya. Tanpa kusadari, aku sangat khawatir. Apa pemuda itu baik-baik saja sekarang?

“Ada apa, Yui?” Tom bertanya sebab pemuda itu melihatku yang tak kunjung menyentuh makananku.

Aku tersentak pelan, lantas menggeleng. “Tidak.”

Walaupun aku berkata begitu, kekhawatiranku pada Lim tidak berkurang hingga aku memutuskan berjalan kaki menuju asrama. Jarak asrama dan kantin tidak bisa dibilang dekat, tapi aku melakukannya karena sebuah pemikiran yang muncul bahwa aku mungkin bisa bertemu dengan Lim di perjalanan pulang.

Angin malam yang dingin menyambut setiap langkahku. Aku menatap bulan yang sedang purnama. Berhenti sejenak, aku melihatnya dengan penuh puja. Kira-kira apa yang sedang terjadi di angkasa, ya?

Apa mereka sedang mengatur strategi untuk menyerang planet kami? Atau sedang menatap angkasa sepertiku? Ah, seperti yang Tuan Crux bilang di kelas astronominya, angkasa memang memiliki sejuta rahasia.

Aku ganti menatap sepatuku. Apa kabar rumah, ya? Sebelum berangkat kemari, aku memeluk setiap anak di panti. Berat rasanya meninggalkan mereka, apalagi Han. Gadis itu menangis semalaman dan aku berdoa semoga Mama dan Chen atau Nom bisa membuatnya lebih baik. Ah, Mama juga memelukku erat-erat dan berkali-kali berkata beliau bangga padaku dengan sorot bahagianya.

Aku mengepalkan tanganku. Aku tidak boleh membuat air mata itu sia-sia.

“Hei, Anak Kecil!” panggil seseorang dari arah belakang.

Aku hendak membalikkan tubuhku, namun orang-orang itu segera mengunci pergerakanku, memutar tubuhku secara paksa. 

“S-Siapa?” tanyaku. Kakak-kakak ini menyeramkan sekali!

Salah satu dari mereka, mungkin pemimpin kelompok itu, tertawa. “Oh astaga, apa benar dia yang baru masuk kelas pemilik darah murni?”

Hn? 

Orang itu berdecak. “Kukira murid baru itu cukup hebat untuk kuajak bertarung. Tapi lihat dia,” ia menaikkan sebelah bibirnya, “...kecil dan lemah.”

Perkataan itu disambut dengan tawa teman-temannya. Rahangku mengeras, orang-orang ini punya masalah apa?!

“Apa masalah kalian?” gertakku.

“Masalah?” Orang itu mendorong dahiku dengan jarinya. Menyebalkan sekali, pergerakanku terbatas karena orang-orang itu mencengkeramku kuat sekali. “Tidak ada. Hanya ingin main-main saja.”

Aku menggeram, berusaha melepaskan diri dan hasilnya sia-sia saja.

“Huh, aku sangat kecewa,” ucapnya dengan nada yang dibuat-buat, “Kau bahkan tidak bisa melepaskan dirimu dari mereka, little bunny.”

Lihat selengkapnya