Pagi semakin merangkak naik. Matahari mulai membentangkan sinarnya ke langit Tonjong. Seorang nenek berjalan di tepian. Di punggungnya, sebuah keranjang tergantung dengan lilitan kain. Mata nenek, yang biasa dipanggil mak Inah itu tertumpu pada dua sosok anak kecil yang tertidur di bawah pohon. Mak Inah mendekat demi mendapatkan penglihatan yang jelas dari matanya yang rabun.
"Astagfirullah, bocah," pekik Mak Inah, kaget. "Le, Nduk, bangun!" Lanjutnya sambil terus mengguncang tubuh Manda dan Willy.
Kali ini, Manda bangun lebih awal.
"Mama mana?" Tanya Manda dengan aksen cadel yang sulit Mak Inah mengerti.
Mak Inah memperhatikan Manda dan Willy bergantian. Ia mengerti kondisi Manda dan beralih membangunkan Willy. Anak lelaki 8 tahun itu terkesiap kaget melihat sosok asing di hadapannya. Willy menarik lengan Manda untuk sedikit menjauh dari tempat Mak Inah duduk.
"Nenek siapa?" Tanya Willy, kaget.
"Panggil Mak Inah. Mak penjual krau keliling di Tonjong ini. Kamu ngapain tho tidur di sini, Le?" Mak Inah membelai pipi Willy.
Willy menatap Mak Inah dalam-dalam. "Kami diculik dan dibuang, Mak. Kami nggak punya keluarga," Willy terisak.
"Di culik? Astagfirullah… Sudah, jangan menangis! Ayo ikut Mak ke rumah saja, " ajaknya.
Willy menoleh ke arah Manda, meski ia tahu kakaknya itu tak akan memberikan usul apa pun. Willy menghembuskan napas. Tanpa pikir panjang, Willy yang memang membutuhkan tempat tinggal, segera mengangguk. Mak Inah bangkit dari duduknya, sedangkan Willy dan Manda segera membuntuti di belakang mak Inah.