Sudah seminggu, Naya belum memberi jawaban apa-apa kepada Dirga. Naya masih ragu sekaligus bingung.
Tapi ia pun tidak bisa mengantung perasaan Dirga begitu saja.
***
Seperti biasanya, Naya selalu salat istikharah, dan bayangan Dirga selalu membayangi Naya. Naya selalu bertanya-tanya. Apakah ini jawabannya?
Setelah salat subuh, Naya menghampiri kamar Mamanya.
"Ma.. Naya mau nanya boleh?" tanya Naya.
"Ya boleh atuh, mau nanya apa gitu?"
"Menurut Mama, Mas Dirga itu gimana orangnya?"
"Baik, saleh, sopan, pokoknya mah *bageur pisan lah"
*(Bageur pisan = Baik sekali)
"Kalau dia jadi suami Naya gimana Ma?"
"Ya Mama mah pasti setuju atuh Nay. Dia udah lamar kamu?"
"Ya gitulah Ma, tapi aku masih bingung"
"Ih *naha pake bingung segala, padahal mah hajar *we Nay" canda Mama.
*(Naha = Apa, we = aja)
"Ih Mama" rengek Naya.
"Ya udah jangan bingung Nay, jawab aja. Kalau kamu mau, ya jawab mau. Kalau kamu ga mau, ya jawab aja ga mau. Tapi Mama mah yakin Nay, kalau kamu juga mau kan sama Dirga? Sikap kamu ga bakal bisa bohong Nay, kamu cuma telat peka aja. Coba mulai terbuka sama perasaan kamu sendiri Nay" ujar Mama.
Naya terdiam sejenak. Apa yang dikatakan oleh Mama memang benar adanya. Naya memang kurang terbuka dengan perasaannya sendiri. Padahal Naya sudah tahu, jika yang hatinya inginkan adalah Dirga, namun akalnya selalu saja menolaknya.
"Makasih ya Ma" ujar Naya.
***
Hari ini adalah hari minggu, Naya hanya ada jadwal siaran saja pukul 9 pagi. Seperti biasanya Dirga datang menjemput Naya ke rumahnya.
"Ma Naya berangkat ya, assalamualaikum" ujar Naya sambil mencium tangan Mamanya.
"Ma pergi dulu ya, assalamualaikum" ujar Dirga.