JALUR ILEGAL

Hendra Wiguna
Chapter #7

Pria Tua Bergamis Hitam

Ada hal aneh saat kami ngopi di warung itu. Entah kenapa setiap kali ada warga yang lewat, mereka selalu memandang heran ke arah kami. Dan tak ada satu pun yang mau masuk ke warung.

Yang paling aneh adalah ketika ada seorang pria bergamis hitam dengan kain ikat kepala batik lewat warung. Mukanya tampak heran. Dia jalan sambil mengangguk-angguk dan sambil pegang tasbih kayu. Seperti yang tahu sesuatu. Mataku terus melihat dia berjalan karena merasa janggal dengan sosok pria itu.

Meskipun tidak merasa mengantuk, aku memutuskan untuk kembali ke tenda dan tidur. Lagi pula kami harus memulihkan energi setelah perjalanan dari Bandung yang menguras tenaga. Si Angga yang diam saja dari tadi pun ikut saja. Aku agak kesal kenapa dia masih terus saja diam tak mau bicara.

Ketika sampai di tenda dan akan masuk ke dalam. Aku melihat sosok pria bergamis hitam itu lagi sedang berdiri di ujung jalan di antara pepohonan. Walaupun kelihatan samar karena tak ada lampu penerangan di sana, aku tahu itu dia sedang menatap tajam kepada kami.

Aku yang takut langsung saja masuk ke tenda menyusul Angga yang sudah terbaring di dalam tenda.


•••••


Malam hari. Aku terbaring di dalam tenda berusaha untuk tidur, tetapi mataku tak kunjung terpejam. Kecurigaan-kecurigaan itu masih berkeliaran di pikiranku. Sudah beberapa kali aku mengubah posisi dan tak berani menghadap kawanku yang terbaring tepat di samping kiriku.

Suara binatang malam terus mengusik ketenangan hati. Gelisah. Aku memutuskan untuk keluar dari tenda dan pergi ke kamar mandi. Sempat aku melirik kawanku itu dan dia terlihat begitu tenang.

Aku tahu dia aneh, tapi aku tidak tahu kenapa. Biasanya kami akan mengobrol di dalam tenda sampai tertidur, membicarakan tentang banyak hal. Namun, waktu itu dia benar-benar diam.

Tengah malam, ketika aku keluar dari tenda, suasana sudah sangat gelap. Hanya lampu di warung yang terletak di bawah menyala dan tak mampu menerangi jalan memuju kamar mandi. Aku bergegas berjalan melewati dua tenda.

Ada hal yang membuatku bergidik saat kembali dari kamar mandi menuju ke tenda. Aku melihat ada seorang pria bergamis hitam dengan ikat kepala batik berdiri di depan tenda kami. Pria itu tampak terpejam, mulutnya komat-kamit seperti membaca doa -atau mantra?-. Meskipun takut, aku bergegas berjalan menghampirinya.

Namun, ketika aku berjalan naik ke lapak tenda, aku sudah tidak menemukan pria itu lagi. Ia menghilang entah kemana.

Sebenarnya aku tidak ingin memperdulikannya, akan tetapi ketika akan masuk ke dalam tenda, tidak sengaja aku menendang sesajen; kelopak bunga tujuh rupa; dupa; dan aku tak begitu ingat lagi apa yang ada di piring kecil itu, semuanya tumpah.

Lihat selengkapnya