JALUR ILEGAL

Hendra Wiguna
Chapter #8

Badai di Puncak

Jujur saja aku tidak terlalu kaget pas mendengar mereka kalau aku berjalan sendirian, karena memang aku sudah curiga kan. Tetapi aku juga tidak mau percaya begitu saja, sekalian mau memastikan, aku pun mulai melanjutkan mendaki menyusul si Angga.

Waktu itu aku benar benar-benar bingung. Di satu sisi aku takut kalau dia beneran sudah meninggal, di sisi lain walau bagaimanapun juga, Angga tuh sahabatku.

Sudah lama kita sering mendaki bareng, treveling bareng, tetapi sejak empat tahun lalu ketika aku memutuskan untuk kerja di Surabaya, kami benar-benar terpisah. Walaupun masih sering berkomunikasi di media sosial. Yang jadi pertanyaan, apa benar dia sudah meninggal? Kenapa dia mengajak aku untuk melakukan pendakian?

Tapi, waktu itu aku masih tidak mau berpikir yang tidak-tidak. Aku mau cari tahu dulu. Aku pun menyusul Angga naik sedikit lagi menuju ke lokasi yang dekat dengan mata air.

Dia masih diam ketika kami sampai di lokasi tersebut. Sesekali aku melirik wajahnya dan memang agak pucat, seperti mayat.

Waktu itu masih siang menuju sore. Aku sempat berpikir, bagaimana mungkin sih hantu muncul siang hari. Dari sana aku agak skeptis juga dan berharap semua yang aku curigai itu tidak benar.

Seperti biasanya, kami memasang tenda, bersiap untuk memasak, terutama memasak air. Aku lah yang melakukan itu semua, sementara kawanku itu hanya duduk diam di atas batu sambil melihat padaku. Sebenarnya agak kesal, tapi aku bisa memakluminya. Lagian dia juga sedang galau pikirku.

Ketika akan memasak, aku mencoba mengajak dia buat mengambil air di mata air tak jauh di belakang sana.

"Ikut gua ambil air, yuk, Angga!"

Dia tak menjawab, tetapi dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan di belakang mengikuti. Aku senang, karena aku ingin mempertanyakan apa yang terjadi padanya saat itu juga.

Begitu sampai di lokasi sumber air yang berupa tetesan dari resapan air hujan dari batu-batu. Lokasinya agak seperti goa. Di sana aku mencoba mengambil air ke botol-botol sedikit demi sedikit. Sambil menunggu, aku mencoba menanyakan hal yang sudah membuatku sangat penasaran.

"Angga, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kau tak bisa terus diam, aku ingin tahu apa yang terjadi padamu. Kenapa kau jadi seperti ini?"

Lihat selengkapnya