JALUR ILEGAL

Hendra Wiguna
Chapter #10

Hilang

Saat itu juga, aku bergegas menuju puncak dengan membawa tas pinggang dan barang seadanya. Aku berpikir mungkin dia pergi ke tempat di mana mayat itu ditemukan. Walaupun aku tidak tahu kenapa dia harus pergi ke sana.

Hari masih pagi ketika aku tiba di puncak. Tampak dua rombongan berada di sana juga. Satu rombongan yang menggelar lapak di Jalur menuju puncak dan satunya lagi rombongan yang menggelar tenda tepat di pos tiga. Tetapi, aku tak begitu mempedulikan mereka, aku langsung saja mencari-cari jalur turun yang kemarin sore kami lalui.

Namun, meskipun langit cerah, aku tidak bisa menemukan jalur itu. Aku berkeliling seputaran area puncak. Dari puncak bagian selatan ke puncak bagian utara, hingga kembali ke selatan pun tidak aku temukan. Sebenarnya aku tidak tahu persis di mana jalur itu. Semua tampak sama. Mungkin karena kabut yang tebal sore itu, membuatku tidak terlalu jelas melihat.

"Bang nyari apa?"

Salah satu pendaki dari rombongan itu menghampiri dan bertanya. Mungkin karena mereka heran melihatku yang sudah berkeliling puncak. Aku yang sudah lelah, panik, dan tidak tahu harus berbuat apa lagi, akhirnya harus menceritakan semuanya kepada mereka.

Tentu saja mereka terkejut mendengar cerita itu. Wajah-wajah itu seketika panik saat mendengar ada mayat tertinggal di hutan sana.

"Ayo kita cari!" teriak salah seorang dari mereka.

"Jangan! Kita tidak tahu di mana letak mayat itu. Dia yang sudah melihat mayat itu pun tak tahu di mana letaknya. Lebih baik kita turun dan laporkan kepada penjaga hutan," ucap seorang lelaki yang mungkin ketua rombongan.

"Lalu bagaimana dengan temanku Angga?"

"Maaf, Bang. Apa benar temanmu ikut mendaki? Karena dari kemarin pun Abang itu mendaki sendiri," ucap salah satu dari mereka.

Aku tak menyangkal itu tetapi aku juga tak ingin menggubrisnya. Walau bagaimanapun juga, aku yang mengalami sendiri kalau kami melakukan pendakian berdua. Aku ingin mencari temanku karena aku pernah berjanji padanya.

Kami memutuskan membentuk tim terbagi menjadi dua. Satu rombongan turun gunung untuk melapor. Satu rombongan lagi tetap di puncak, karena siapa tahu Angga kembali dari hutan itu. Dan sudah pasti aku ikut rombongan yang tetap di puncak.

Setelah berjam-jam lamanya, akhirnya bala bantuan datang. Namun, sepertinya mereka belum mengerahkan tim SAR untuk mencari mayat itu, yang datang hanya para penjaga Gunung Ciremai beserta para tim penyelamat yang merupakan warga sekitar. Mungkin mereka melakukan pencarian mandiri terlebih dahulu sebelum tim SAR datang.

Dengan patokan batuan besar yang aku ceritakan di mana terakhir kali kawanku terlihat di balik kabut tebal itu, mereka mulai mencari ke arah jalur di bawahnya. Aku pun ikut menemani mereka mencari ke sana.

Dan tak perlu waktu lama. Dua jam saja hingga mayat itu ditemukan. Mereka menyelimuti seluruh tubuh mayat yang sudah membusuk itu menggunakan kain dan memasukkan ke dalam kantong mayat lalu digotong menggunakan tandu. Kemudian membawanya ke puncak untuk turun melalui jalur biasa.

Ketika di puncak. Aku heran, kenapa mereka tidak melakukan pencarian lanjutan. Kenapa mereka tidak mencari Angga, sahabatku? Aku pun menghampiri salah satu dari tim penyelamat itu dan bertanya.

"Pak, bagaimana dengan temanku, Angga?"

"Maaf, Bang. Aku tidak tahu maksud Abang. Apa temanmu hilang juga?"

Lihat selengkapnya