JALUR ILEGAL

Hendra Wiguna
Chapter #17

Jalur Paling Extrem

Pagi menjelang. Setelah salat subuh, aku langsung bersiap untuk mencari jalur ilegal itu sesuai petunjuk yang ada di video penelusuran itu.

Sebenarnya aku sudah tidak merasa yakin dengan pendakian ini. Bahkan semalam aku sempat berpikir untuk pulang saja dan membiarkan keberadaan jasad Angga tetap menjadi misteri.

Ada banyak hal yang membuat aku ragu. Yakni, saat menyadari kalau aku tidak membawa semua perlengkapan mendaki, termasuk alat masak. Aku hanya membawa makanan ringan, air, dan pakaian. Karena sebenarnya aku berniat akan kembali ke Surabaya. Beruntungnya aku membawa tenda yang mungkin berguna jika aku kemalaman di hutan.

Nekat! Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana aku sekarang. Sudah tahu jalur itu berbahaya dan merupakan jalur paling ekstrim, tetapi masih saja nekat akan melaluinya. Juga ancaman macan. Sungguh satu cara yang tholol untuk cari mati!

Hanya saja, mungkin jika aku tidak melakukan itu, suatu hari jika sudah tua nanti, aku akan sangat-sangat-sangat menyesal karena tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mencari sahabatku itu. Hatiku gamang. Namun, aku akan tetap melakukan pendakian ini! Karena setelah ini aku akan memenuhi janji pada kekasihku untuk tidak akan pernah mendaki lagi setelah menikah. Maka, aku putuskan untuk melakukan pendakian terakhir, benar-benar terakhir.

Aku berjalan di antara rumah-rumah warga yang terbuat dari bilik bambu. Sesekali suara kambing mengembik mengiringi langkahku. Asap dari dapur kompor kayu bakar belakang rumah terlihat menyelimuti udara, meski tak menghilangkan suhu dingin pagi. Bau khas perkampungan tercium, seperti; bau batang kayu yang baru saja dibelah; bau kandang peternakan; rumput ilalang di pagi hari.

Beberapa orang yang terlihat menandu rumput-rumput untuk pakan ternak mereka, berjalan dan tersenyum getir padaku. Tampak juga seorang pemuda bertelanjang dada dengan anjing dan senapan angin yang berdiri di salah satu halaman rumah menatapku. Entah apa yang dia pikirkan tentangku. Aku hanya menganggukkan wajah senyum padanya dan berlalu tanpa salam.

Sesuai dengan arahan video itu, aku menelusuri jalan tanah menuju hutan belakang desa itu. Rupanya letak jalur itu masih agak jauh dari pemukiman. Dan tak ada satupun petunjuk seperti papan arahan di sana. Tentu saja, karena itu jalur ilegal, apa yang diharapkan?

Hingga aku berdiri di sebuah gerbang hutan. Aku lihat kembali video itu untuk memastikan bahwa itu adalah tempatnya. Dan aku yakin itu adalah jalurnya. Seketika aku ciut kembali melihat lebatnya pohon-pohon di hadapanku. Tapi, karena sudah kadung berada di sana, aku kumpulkan kembali keberanian dan mulai melangkah ke jalur itu.

"Bismillahirahmanirohim!" batinku sebelum melangkah.

Aku berjalan masuk melalui sela-sela belukar tanaman yang menghalangi jalur, kemudian menelusur antara pohon-pohon yang lebih tinggi. Dengan bekal pisau lipat di tangan, tas cerrier di punggung beserta segala peralatan seadanya di dalamnya, aku mencoba menembus hutan yang sama sekali belum pernah kujamah.

Lihat selengkapnya