18 belas tahun yang lalu di sebuah rumah sakit di Jakarta sepasang suami istri tengah duduk termenung di kursi koridor yang ramai akan lalu lalang.
Hanya ada keheningan yang menemani mereka dimana pikiran keduanya dipenuhi dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Baru saja kemarin mereka menjalani tes kesuburan dan kini perasaan mereka campur aduk menunggu apa yang sebenarnya terjadi.
Hal ini mereka ambil dikarenakan karena sudah lima tahun menikah belum juga di beri momongan dimana pada saat ini anak adalah hal yang amat penting untuk mereka yang berumah tangga.
Bukannya mereka tidak sabar dan juga bersyukur akan tetapi hal ini di lakukan atas saran dokter kandungan yang telah menjadi tempat konsultasi mereka selama ini.
"Mas."
Panggil seorang wanita kepada suaminya yang kini tengah menatap kosong pintu di depannya. Berharap dokter segera mempersilahkan mereka untuk masuk dan mengetahui sebuah fakta.
"Jika aku tidak bisa hamil, aku mohon jangan tinggalkan aku." Kata wanita tersebut seraya meremat pakaian yang ia kenakan. Bahkan, air mata yang selama ini ia bendung sudah luruh bersamaan dengan pelukan hangat dari sang suami.
Wanita tersebut terisak didekapan suaminya menumpahkan beban yang selama ini menumpuk dan ia pikul sendiri. Ia sangat merasa bersalah pada suaminya meskipun tidak ada yang perlu disalahkan untuk hal ini.
"Jangan berpikiran macam-macam hingga membuatmu stress sayang." Kata laki-laki tersebut.
Ia sedih, ia tidak tega melihat istrinya menangis seperti ini. Ini bukan salah istrinya melainkan tuhan memang belum mempercayakan seorang anak untuk mereka.
"Aku hanya takut jika aku memang tidak sempurna mas."
Laki-laki tersebut menggeleng. Istrinya adalah seorang yang sangat sempurna dan istimewa yang tuhan berikan untuknya.
Tak lama pintu yang selama ini mereka tunggu akhirnya terbuka menampakkan seorang dokter wanita paruh baya yang mempersilahkan pasangan suami istri tersebut untuk masuk dan menerima kenyataan.
"Dengan saudara Adi dan Hasna, betul?" Tanya dokter tersebut memastikan jika kertas yang saat ini ia pegang memanglah hasil tes keduanya.
"Jadi bagaimana hasilnya dok?" Tanya Adi tidak sabaran dengan tangannya yang menggenggam erat tangan istrinya.
"Istri anda subur dan tidak ada masalah apapun." Jelas dokter tersebut.
"Jika istri saya normal kenapa kami belum mendapatkan keturunan dok?" Tanya Adi tidak tenang.
Pikiran-pikiran negativ kini mulai bermunculan di benaknya. Apakah ia yang tidak normal? Tidak subur? Apakah ia mandul? Jika memang benar ia akan meminta maaf kepada istrinya karena telah tersiksa oleh tekanan untuk mendapatkan seorang keturunan.
Dokter tersebut diam dan menatap Adi tengan pandangan terluka. "Maaf Adi tapi disini kamu yang menjadi masalahnya."
Hati Adi sakit dan hancur dalam satu waktu. Dugaannya benar memang dirinyalah yang menjadi sumber masalah kenapa hingga saat ini pernikahan mereka belum juga merasa sempurna dengan kehadiran seorang malaikat kecil.
Tak jauh berbeda dengan Adi istrinya pun juga sama. Ia senang karena dirinya normal tetapi ia sangat sedih dengan kenyataan bahwa suaminya lah yang mengalami hal ini.