Ternyata menjadi dewasa itu tidaklah mudah yang dibayangkan oleh anak-anak, Ketika kecil kita hanya bilang iya dan tidak, apabila itu tidak sesuai dengan keinginan hati. Namun setelah dewasa, kita dituntut untuk memahami dan berfikir Kembali perihal keputusan yang akan keluar dari mulut kita, meski hati tengah menolak sekalipun.
Masih tentang masa lalu, masih ku ingat lekat-lekat, saat aku masih berusaha meminta restu untuk kuliah, namun saat itu malah ibu dan bapak memilih mendengarkan flmnya yang tengah tayang di tv dari pada mendengarkanku berbicara, masih ku ingat lekat-lekat juga betapa rasa kecewaku padanya, sehingga aku memilih menangis di dalam kamar. Ya, kejadian ini bermula, pada saat lantunan qiroƔh magrib berkumandang dengan merdu, beberapa anakpun berlari-lari menuju ke masjid dengan riang gembira, sedang diriku hanya menatap mereka dari arah kaca, bayanganku menelisik menuju masa lalu, teringat waktu masih SD dulu, setiap magrib memang diwajibkan oleh ibuku untuk pergi ke masjid melaksanakan sholat dan mengaji, mengingat kalau tidak sampai berangkat, biasanya ibu dengan sigap selalu membawa sapu lidi untuk memukuliku apabila malas sedang mengintaiku.
''Noura, ngajih, lok yeh ngalak agih posapoh yeh.'' (Noura, ayo mengaji, ayo tak ambilkan sapu lidi ya) teriak ibu sambil bergegas mengambil sapu lidi untuk siap memukuliku.
''Iyeh mak.'' ( Iya mak) terangku kala itu sambil berteriak dan berlari menuju ke masjid.
Memang begitulah ibuku, selain cerewet dia juga sedikit galak apalagi menyangkut dengan akhirat. Ibuku tidak akan main-main, dia akan memukuliku apabila tidak melaksankan sholat dan juga tidak mangaji ke pak ustad.
Kadang kalau tengah malas mengaji, biasanya aku tetap berpamitan pada ibuku, lalu aku bersembunyi di kolong Kasur milik nenek ku yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku, entah apa manfaatnya coba, akupun bingung kalau ditanya alasan kenapa ide itu bisa muncul waktu itu. Mungkin karena ibuku itu protektif banget kalinya, sehingga untuk mengatakan aku malas saja, aku tidak berani, karena ibu selalu menuntutku untuk seperti itu.
Terlepas dari itu, sebenarnya masih banyak lagi kalau diceritakan. Ketika masa kecil sebelum menjadi anak SMA, perihal sekolah diniah yang kadang banyak sekali pelajaran dan hafalan kitabnya sehingga terkadang kalau aku sudah tidak hafal, biasanya aku pura-pura sakit, agar diperbolehkan tidak masuk sekolah oleh ibuku.
Ya,memang selucu dan sejail itu aku pada masanya, tapi entah setelah beranjak lulus SMA, rasanya malah lebih sulit yang harus ku lalui sampai sekarang menjadi mahasiswa. Aku merasa takut akan hal-hal yang datang pada diriku, padahal dulu aku pengen sekali cepat-cepat menjadi remaja, lalu setelah remaja, aku pun ingin sekali menjadi dewasa, tapi setelah menjadi dewasa, rasanya aku ingin Kembali ke masa kanak-kanak lagi, meski saat masih SD pun banyak sekali tuntutan yang harus aku jalani seperti tuntutan mengaji dan belajar, tak lebih dari itu. Tapi setelah dewasa, aku malah dituntut untuk berfikir keras, seperti masa depan akan mau di bawa ke mana, lalu uang adalah menjadi hal nyata dan komplek dalam permasalahan di setiap orang yang sudah bersatus menjadi dewasa.
''Noura, ayoh sholat, jek lakoh pehapean ettok.'' ( Noura, ayo sholat, jangan main Hp terus) suara bariton terdengar dari bilik kamar, membuatku segera bergegas mengambil air wudhu lalu berangkat menuju ke masjid untuk melaksanakan sholat bersama ibu.
Seperti biasa, banyak sekali anak-anak dan juga ibu-ibu mulai berdatangan, sesekali menyapa sambil mengembangkan senyum sebelum akhirnya suara iqomah terdengar merdu menadakan sholat magrib pun akan segera dimulai.