Kekesalan ku semakin menjadi pada ibu dan bapak, setelah apa yang dia lakukan padaku, masih ku ingat lekat-lekat saat itu aku memilih membaringkan tubuhku di kamar, dengan menutup pintu sekeras-kerasnya, lalu ku nyalakan kipas angin dengan kecepatan no 1, tak lupa juga lagu Black Pink ku putar dengan volime full dari hpku. Meski belum mengantuk, namun ku paksa mataku untuk terpejam, jujur, aku ingin sekali tertidur dengn pulas tanpa ingin memikirkan perihal percakapan orang tuaku.
Hatiku sangat teramat pedih, jiwaku rapuh, mentalku tengah tidak baik-baik saja akibat sikap yang mereka lakukan padaku, bahkan tanpa ingin mengerti, mereka malah lebih mementingkan flmnya dari pada aku yang tengah meminta kepastian.
Air mataku terus saja mengalir begitu saja, nafasku juga terasa sangat berat, bahkan lebih berat dari biasanya, entah harus sampai kapan mereka akan membuka mata dan sadar bahwa aku adalah anak kandungnya, yang sedang tengah ingin memperjuangkan masa depan hidupku, padahal aku hanya ingin nantinya bisa mengangkat derajat mereka, tapi mereka belum juga mengerti apa yang aku rasakan, mereka malah terus saja mengatakan hal-hal yang selau membuat ku down, padahal semua manusia berhak untuk sukses, asalkan dia mau berusaha dengan lebih giat lagi, namun orang tuaku selau mengira bahwa kuliah tidak akan mendapatkan apa-apa selain menjadi sarjana pengangguran, bahkan dengan pemikirannya yang masih kolot, mereka juga mengatakan bahwa kuliah bagi seorang perempuan adalah sebuah kesia-siaan belaka,karena ijazahnya kurang bermanfaat bgai kehidupannya kelak. Sebegitu kerdilnya seorang perempuan di mata desaku, sebegitu di no 2-kannya seorang perempuan, sampai mereka mempunyai pemikiran seperti itu.
''Ah.'' aku mengacak-acak rambutku hingga tak beraturan, fikiranku semakin kacau, padahal aku ingin memerdekaan hidupku sendiri, namun sulitnya ruang yang diberikan oleh orang tua membuat diriku sering mengurung diri di kamar dari pada berkumpul dengan mereka.
Lagu Black Pink terus saja berbunyi, hingga tanpa sadar, bapakku mengedor-ngedor pintu kamar ku, lalu membukanya, dengan raut wajah memerah, lalu tatapannya terlihat sinis melihatku membuat diriku sedikit menundukkan pandangan.
''Wak, emmak eng akatoan jile, pas lakoh tedung ettok, sala kamarrah tek pettenggah, bisa lok tepeggeh?'' (Itulo, ibumu memanggilmu, malah tidur terus, sudah kamarnya gelap begini, apakah tidak sesak nafas?) terang bapak sambil menghidupkan lampu kamarku.
Sedang aku memilih keluar menuju ibu yang tengah memasak di dapur.
''Áddoh, tolongin rapah Nor, lakoh tedung ettok!'' ( Aduh, bantuin napa Nor, masak kerjaannya tidur muluk sih!!) terang ibu sambil menyodorkan beras kepadaku untuk segera di cuci.
Aku hanya menjalani sesuai perintahnya, tanpa mau berbicara pada ibu, karena bagaimanapun hatiku tengah sangat marah pada orang tuaku.
Setelah membasuh beras yang telah diperintahkan oleh ibu, aku bergegas menuju ke kamar Kembali, namun niatku urung karena ibu telah mengomel Kembali.
''Addoh, le tedunggah pole jiah? wak joh tolongin nyemmor klambih.'' (Aduh, mau tidur lagi? itu loh, bantuin ibu jemur baju)
Langkah ku segera menuju ke tempat jemuran, tanpa basa-basi aku melaksanakan tugas, meski keadaanku sangatlah malas sekali.
Butuh 15 detik, tugas yang telah diperintahkan oleh ibuku akhirnya selesai juga, dengan bergegas aku menuju ke kamar
‘’addoh, lakar, le lakar kakeh yeh Nor, pas lakoh tedung ettok, gik lagguh riah, pora alla, wak joh tolongin rakora.'' (Aduh, emang ya kamu itu Nor, kerjaannya tidur muluk, padahal ini masih pagi, astagfirullah, itu lo bantuin cuci piring) tangan ibu menunjuk ke tempat cucian piring yang sudah menumpuk dari kemaren malem belum juga di cuci, tanpa berbicara sepatah katapun aku tetap melaksanakan perintahnya, karena bagaimanapun katanya pak ustad menolak perintah orang tua apalagi ibu itu tidak diperbolehkan, bisa-bisa Allah murka pada kita, jadi bagaimanapun aku harus manuruti perintahnya, meski hati tengah meringis dan mendengus kesal.