Nampek

Makrifatul Illah
Chapter #13

pergi #13

Dengan penuh amarah, aku melangkah untuk meninggalkan mereka, aku sudah muak dengan semua kejadian demi kejadian yang terus saja membuat hatiku semakin sakit, mentalku sudah tak berdaya menampung semua keluh kesah setiap hari sehingga aku memilih jalan ini, jalan yang menurutku bisa merubah hidupku jauh lebih baik lagi, meski tak mendapatkan dukungan, aku tak peduli, aku sudah muak dengan semuanya, baik ibuku yang masih terus saja memaksaku untuk segera menikah, ditambah sikap dan perlakuan bapak yang telah membuatku semakin geram padanya.

Maka benar saja, dari sikap bapak yang jarang sekali berbicara padaku, ternyata itu alasannya, bahwa ia tengah bermadu kasih melalui chat mesra dengan tetanggaku sendiri. Sungguh, jika ada yang mengatakan bahwa bapak adalah lelaki pertama yang tak ingin anak gadisnya menangis, justru bagiku bapak ku adalah seorang mostrer yang menjijikkan, aku malah ilfil dan tak sudi memiliki bapak seperti dia, bapak yang dulu telah membuatku sebegitu percaya bahwa dia akan membuatku Bahagia, nyatanya hanya semu belaka, karena pada kenyataannya bapakku tengah memakai topeng di depan ku, dengan begitu polosnya ia sok baik padaku namun dibalik itu semua bapak bermain perempuan di belakang ibuku.

Satu hal yang aku tidak habis fikir, kenapa dia bisa melakukan itu, padahal dia memiliki anak perempuan, apakah dia tidak takut jikalau anaknya yang menjadi karma dari perbuatannya, tapi entahalah, rasanya juga percuma meski aku ingin utarakan, dan pastinya ini malah membuat keluargaku akan semakin hancur, maka cukup saja aku memilih pergi dari mereka, biar mereka sadar akan semua yang telah mereka lakukan pada diriku.

Ya, sengaja aku memilih pergi meninggalkan mereka. Aku sengaja memilih kabur dari rumah, dengan membawa baju seadanya di tas ransel, tak lupa uang celengan berbentuk kendi ku pecahkan, lalu ku hitung uangnya berkisar Rp. 300.000 ribu rupiah.

Aku menunggu bus yang tak jauh dari rumahku datang, hingga 15 menit kemudian, bus yang kutunggu akhirnya datang juga, dengan penuh tekat aku menaiki bus tersebut, meski sebenarnya aku tidak seberani itu, tapi karena kedaan inilah, akhirnya aku memilih jalan yang menurut ku benar.

Ku lirik jalan gang yang biasa ku lewati dari kaca bus yang tengah berembun akibat hujan yang turun dengan rintiknya.

Air mataku menetes begitu saja, mungkin ini adalah keputusan konyol yang ku miliki saat ini, namun bagaimanapun aku tetap akan melakukannya. Terlalu besar rasa kecewaku pada mereka, sehingga aku lebih baik memilih jalan ini, meski aku belum tau pasti, hidupku nantinya akan seperti apa.

Bus mulai berangkat dengan kecepatan sedang. Aku terus saja menatap jalan tersebut sehingga hilang oleh pandangan mata. Rasanya sulit sekali, nafasku semakin berat untuk ku keluarkan, seperti begitu teramat sesak di dada.

''Ah.'' dengusku menghembuskan nafas kasar.

Andai dunia berjalan sesuai takdirku, mungkin aku tak akan memilh jalan ini. Andai bapak tidak senekat itu melakukan hal konyol yang membuatku semakin ilfil, ditambah kelakuan ibu yang selalu saja memaksaku untuk menikah, mungkin aku tak memilih jalan ini.

Lihat selengkapnya