Nampek

Makrifatul Illah
Chapter #14

saran #14

Itulah alasanku kenapa aku bisa senekat itu memilih pergi dari orang tuaku, karena aku sudah tidak sanggup lagi dengan tingkah laku orang tuaku yang semakin hari semakin seperti anak kecil, bahkan Ketika aku bersuarapun mereka malah tak menggubrisnya, mereka justru malah memarahiku dengan lontaran yang masih saja selalu terngiang di kepala.

''Kakeh ajer pettah deri dimmah mak tek langkannah.'' ( Kamu belajar bicara itu dari mana kok gak di saring dulu) ya, itulah ucapan yang setiap hari aku dengar Ketika aku berusaha mengeluarkan pendapat.

Mungkin bagi mereka, aku adalah seorang anak yang tidak boleh mengkritiknya. Mungkin juga, mereka mengira aku masih kecil dan di matanya selalu terlihat kecil juga, bahkan mungkin mereka tidak menggubrisku karena aku adalah seorang anak perempuan.Tapi satu hal yang pasti, mereka tidak pernah memberikan ruang bicara untukku sebagai anak, aku harus selalu dituntut manut, manggut tanpa boleh mengeluarkan suara sedikitpun. Ya, itulah orang tuaku yang tidak mau terkalahkan dan tidak mau disalahkan, mereka selalu ingin menang sendiri. Jadi dengan penuh amarah aku meninggalkannnya.

Hampir 4 bulan aku meninggalkan tanah kelahiran. Sudah 4 bulan juga aku telah meninggalkan ibu dan bapak, meski tanpa restu sekalipun.

''Nor, ciye tulisannya sudah masuk di koran harian sekarang, ayo traktiran dong.'' Terang Al, seketika menghampiriku yang tengah mengetik artikel, dengan masih menatap layar laptop , aku hanya menyunggingkan senyum padanya sebagai jawaban atas pujiannya tersebut.

''Alhamdulillah Al, akhirnya laptop yang kamu pinjamkan 4 bulan yang lalu bisa bermanfaat sekali, selain unutk memperlancar tugasku, aku juga bisa menghasilkan uang dari tulisan ku.'' terangku masih tetap focus mengetik di laptop.

Ya, sejak aku mencoba menulis artikel bertema perempuan dan mencoba mengirimkannya di media massa, meski harus menunggu kabar 2 bulan akhirnya tulisan opini ku telah termuat di surat kabar Koran harian dan bahkan setiap saat aku sering mengirimkannya di salah satu Media Massa tersebut, sehingga aku tidak perlu lagi bekerja di restoran Jepang lagi, bahkan aku juga tidak perlu lagi melepas hijabku hanya demi sebuah pekerjaan, karena bagaimanapun, setiap hari berlalu, saat setiap hari aku memutuskan untuk membuka hijabku, bukannya hatiku merasa senang, justru setiap saat hatiku di datangi rasa gundah dan gelisah, sehingga setelah aku menemukan passion ku yaitu menulis di salah satu media massa, maka disaat itulah aku putuskan untuk tidak akan mau menggadaikan agamaku lagi, cukup kemaren saja aku melakukan hal sekonyol itu, bahkan hari ini aku juga tengah fokus untuk menulis buku bertema perempuan.

Alasan ku menulis opini tentang perempuan karena aku ingin memberi ruang lebar buat para perempuan, Mengingat meski di masa sekarang ini, yang katanya sudah modern, tetap saja, masih ada beberapa orang yang masih mendiskriminasikan perempuan apalagi yang hidupnya masih berada di desa.

''Oh iya, Al, insyallah besok aku akan balikin laptopmu ya, soalnya besok aku mau beli laptop.''

''Wih, sekarang udah beruang ya.''

''Hahhahha, hewan kali Al, hahaha, ya, intinya alhamdulillah, itu juga kan berkat kamu.'' terangku melirik wajahnya yang tengah sumringah atas ucapanku barusan.

''Oh iya, besokkan udah libur semester nih, kamu gak pulang kampung?''

''Enggak, aku di kos aja.''

''Apa kamu gak merindukan orang tua mu? Kasian mereka Nor.''

''Kenapa kamu malah membela mereka sih, kamu gak tau aja apa yang mereka lakukan padaku!!'' seketika nada bicaraku sedikit meninggi padanya, dengan tatapan marah.

''Nor, seburuk apapaun sifat orang tuamu, mereka juga akan tetap menjadi orang tuamu Nor.''

''Al bisa gak sih, gak usah bahas itu lagi.''

''Nor, aku sebenarnya males sih bahas ginian sama kamu, soalnya gak pernah di dengar, tapi Nor, satu hal yang harus kamu tau bahwa orang tuamu sangat peduli banget sama kamu.'' terangnya menatapku dengan tatapan acuh.

Lihat selengkapnya