Nampek

Makrifatul Illah
Chapter #15

pulang kampung ( tamat) #15

Matahari bersinar menembus tirai-tirai gorden cendela kamar kos. cahayanya semakin menelisik masuk kedalam kamar melewati celah-celah gorden, akupun terpaksa mengalah dengan membuka kelopak mata secara perlahan-lahan lalu aku berusaha duduk sambil mengangkat kedua tangan menggeliat ke atas.

Meski waktu tidurku hanya berkisar 2 jam, namun sudah cukup bagiku untuk merebahkan diri dari semua masalah yang telah menimpa diriku. Setelah perdebatan panjang antara aku dan Almeer kemaren yang telah membuatku terus saja berfikir panjang hingga susah untuk terpejam, sekalinya terpejam, jarum jam sudah menandakan pukul 03.00 Wib.

Namun meski begitu aku tetap harus berterima kasih pada tubuhku karena ia bisa juga untuk ku ajak komromi tertidur walau waktunya lumayan sempit dengan sholat subuh.

Kulirik jarum jam sekarang telah menandakan pukul 07.00 Wib. Fokusku teralihkan saat melihat si Reni tengah bersiap-siap entah hendak kemana. Merasa kepo, akupun menanyakan perihal alasan kenapa dia sudah bangun dan memakai make up sepagi ini.

''Ren, mau kemana sih?'' terangku menatap si Reni yang masih belum juga memandangi dirinya sendiri di cermin.

''Mau pulanglah, emang situ gak mau pulang? kamu mau jagain kos? Lagian temen kamar sudah pada pulang lo dari tadi pagi jam 06.00 Wib.'' mata Reni melirik diriku dari arah cermin.

''Oh.'' aku hanya memberi tanggapan oh saja padanya, lalu aku memilih merebahkan tubuhku kembali dengan menutup tubuhku memakai selimut.

''Nor, kamu beneran gak mau pulang? Liburan semester itu sampai 2 bulan loh? Emang kamu betah tinggal sendirian di kos? Reni menarik selimutku dengan kasar, supaya bisa berbicara dengan menatap wajahku.

Sedang tanggapanku hanya memberikan senyum kecut padanya, jika bicara jujur, aku sebenarnya juga tidak berani tinggal di kos segede ini, namun di satu sisi, aku juga masih belum ingin pulang kerumah dulu, mengingat hatiku tengah patah, jiwaku tengah merana, jadi mana mungkin aku siap melihat wajah orang tuaku. 

''Ih kok malah senyam-senyum sih, kamu serius ya jadi ibu kos selama liburan?''

''Iya, Ren, ya sudah sana pulang, keburu siang, kasian tar kamu kepanasan.''

Terangku lalu melanjutkan tidurku kembali, namun kali ini aku memilih meletakkan bantalku di atas kepal. Suasana tiba-tiba terasa sendu, apalagi keadaan akan tidak ada manusia yang berpenghuni di kos ini, dan hanya aku seorang.

''Beneran, kamu mau jadi penghuni kos sendirian? kamu gak takut apa?'' si Reni sepertinya belum puas juga menanyakan keputusan ku untuk menjadi penghuni kos sendirian di sini.

''Enggak, kan ada bu kos nanti, paling dia sering jenguk ke sini entar.'' Mungkin terasa agak menyeramkan, namun ku coba menguatkan hati bahwa aku bisa bertahan meski terasa amat memilukan.

''Ya sudah aku pulang dulu, by-by.'' Reni mulai melambai-lambaikan tangannya menutup pintu kamar dan meninggalkan ku sendirian di dalamnya.

jarum jam terus saja berdetak, suasana semakin siang semakin mencekam, tak ada suara manusia, tak ada gelak tawanya juga, bahkan suara kaki melangkahpun tak ada, aku meratapi hidupku sendiri.

''Bagaimana bisa aku tertidur di kos yang sepi ini?’’ batinku berbicara, menanyakan perihal sesuatu yang akan ku takuti jika menjelang malam nanti.

Ternyata semakin sendirian bukannya malah damai, namun kerumitan hidup semakin hadir dengan kuat. Satu persatu bayangan ibu dan bapak berdatangan memenuhi isi kepala. Padahal telah ku tepis dengan mengalihkan suasana dengan menonton drama Korea. Namun tetap saja, fikiran ku terus saja meronta.

Hujan tiba-tiba juga mengguyur dengan derasnya membuat hatiku semakin tak karuan adanya, ku lirik jarum jam sudah hampir sore, namun otakku terus saja mengingat perkataan Almeer.

Aku tau mereka mungkin bisa saja berubah, tapi bagaimanapun hati ku masih terasa sakit, bahkan lukaku belum juga bisa disembuhkan dengan sebegitu gampangnya. Namun mengingat penjelasan dari si Almeer, entah kenapa hatiku merasa teriris, dan ingin menangis seperti tidak tega rasanya.

Lihat selengkapnya