"Ya aku ngerti, Nabil. Tapi kamu juga harus jaga kesehatan kamu. Lihat kantong dua matamu menghitam, hampir tiap malam dan sepanjang 1 tahun ini, kamu pasti kurang tidur'kan?" beranjak bangun Tardi, Dokter tampan spcialis Psikologi, teman dekat Nabila.
Nabila hanya terbaring tidur di kursi empuk, setengahnya badannya terbaring di sandaran kursi. Rambut panjang tergerai, wajahnya siang itu terlihat segar dengan polesan sentuhan make'up sederhana. Maklum walau Nabila sudah mulai menua tetap terlihat cantik, karena dirinya bekas model, Nabila bisa merias sendiri wajahnya.
"Hampir tiap malam aku selalu mendengar suara memanggilku, Tar. Aku ngak halu dan berhalusi. Itu benaran hampir tiap malam juga aku selalu terjaga dari tidur. Walau gimanapun Ayu belahan jiwaku. Aku rindu Ayu, Tar." sedih mulai menggelayuti wajah Nabila cepat bangun hanya terduduk sedih.
"Aku juga turut prihatin, Nabil," tangan kiri Tardi sodorkan tissue di ambil tangan kanan Nabila lalu menyeka air matanya.
"Aku juga ngak bosan-bosannya selalu menghubungi banyak teman sekolahnya Ayu. Tapi tetap saja mereka juga merasa ikut bingung kemana perginya Ayu." terduduk Tardi saat menarik kursi berhadapan Nabila.
Ruangan praktek Psikologi yang tidak terlalu besar, hanya meja kursi dan tirai jendela terbuka lebar untuk membiarkan sinar matahari masuk. Tampak makin hening, hanya terdengar suara kesedihan dalam hati Nabila yang tidak tahu sampai kapan dirinya akan segera menemukan Ayu.
"Kreeeeek ..." dua pasang mata lantas kearah pintu terbuka sedikit. Sesaat Tardi masih terduduk melirik penasaran beranjak bangun dekati pintu.
"Palingan cuman angin saja," tangan kiri Tardi mendorong pintu. Sontak seketika berdiri arwah Ayu depan pintu, dua matanya melotot seram seraya akan keluar melompat.
"Pokoknya aku akan terus bantuin kamu cari Ayu," sedikit tenang perasaan hati Nabila saat Tardi terduduk lagi berhadapannya. Dua tangan Tardi meraih dua tangan Nabila, lalu bibir kecil Tardi mengecup dua tangan Nabila seraya ada cipratan air sejuk menenangkan perasaan cemas Nabila.
"Kreeeeek ..." terpancing bingung lagi Tardi beranjak bangun cepat di ikuti Nabila sudah ada di belakangnya.
Perlahan tangan kanan Tardi akan sentuh handle pintu, makin mundur arwah Ayu membungkuk akan siap-siap melompat menerjang saat pintu di buka. "Ngak ada siapa-siapa?" lirik kiri kanan mata Nabila rada bingung melihat di luar sepi.
"Mungkin cuman angin, yang dorong pintu. Pantesan saja, handleing pintu ini sudah kendor," berapa kali tangan kanan Tardi turun dan naikan handle pintu, pin kecilnya tidak berfungsi lagi.
"Nanti aku suruh tukang buat gantinya dengan yang baru." sambung Tardi melirik Nabila makin terpancing bingung di raut wajahnya.