Jamur Janjang Jingga

Heri Haliling
Chapter #1

Rumah

Ajal-ajal Allah

Ikam datang daripada Nur Muhammad

Barang siapa durhaka kepadaku

Dituruniakan bala kepada dirinya!

Dikisas Allah rezakinya

Dirandahakan derajat atas dirinya

Lanah lunuh buku matanya kaya banyu!

Barakat Laillahailallah

Muhammadarasulullah


Guyuran hujan berpeluk dengan guruh air gunung yang turun memenuhi sungai menjadi bagian saksi pertikaian malam itu. Di sebuah warung Jablay di sudut Desa Jelai ,Kecamatan Kintap; dua bujang paruh baya tengah berselisih.

Sebut saja Ancah Kutung, darah Bugis-Banjar. Mula kecil sampai remaja tinggal di Kuala Tambangan lalu kini labuh sauh ke Kintap Kecil. Perawakan tegap tinggi dan hitam dengan rambut plontos.

Dalam temaram neon, mata Ancah nyalang bak Batara Kala mencabik mangsa. Genggaman pisau Raja Tumpang keluar dari sarung gerah hendak melesak memburu jantung. Kilau Wasi Bagirap meluluhlantahkan mental sekitar pengunjung warung.

Seorang yang menjadi lawannya berperawakan tidak terlalu besar, berwajah datar dan bermata sipit khas Tionghoa. Dia Bashman Lamang perantauan dari Teweh dan menetap di Gunung Salaman. Sebilah parang Kajang Rungkup terhunus ke tanah siap mendahului serangan.

Teriakan pengunjung pecah tatkala deru tronton lewat berbarengan dengan sabetan parang Bashman. Di samping meja biliar kampung itu, keduanya mulai bertabrakan.

“Mati!!! Ku timpas kau!!” teriak Bashman garang.

Berkelit ke kiri Ancah meliuk menghindari tebasan. Secepat bunyi angin yang terbelah, sekilat itu pula tangan kanannya mengincar leher Bashman. 

Srakk!!!! Jlebb!! 

Kena kau!! batin Ancah.

Ancah yakin pisau berkodamnya itu telah masuk menembus dan memotong urat leher musuh. Bashman tersungkur ke tanah sambil memegang leher. Sejenak kemudian dia tegak berdiri. Bashman menurunkan tangannya dan yang terlihat hanya guratan merah.

Lihat selengkapnya