Jamur Janjang Jingga

Heri Haliling
Chapter #3

Jamur

Perkebunan kelapa sawit milik PT K.S. Sejahtera mempunyai luas 15.234 hektare. Perusahaan itu terletak strategis di tengah perkebunan kelapa sawit. Areal masuk mempunyai dua jalan hauling utama. Jalan itu digunakan untuk lalu lalang truk bermuatan besar. Selain hasil kelapa sawit, jalan tersebut juga dimanfaat perusahaan batu bara PT Sinergi Alam Cahaya sebagai sarana untuk mengangkut muatan batu bara menuju dermaga laut. Hujan malam tadi masih menyisakan beberapa jejak di jalan meski jam merangkak ke arah tengah hari. Pada salah satu jalan hauling selain truk dan mobil pickup kabin ganda, iringan motor karyawan juga hilir mudik menerbangkan debu dan melemparkan kerikil.

Pada pertigaan jalan menuju perkebunan pemanen sawit terlihat ramai berkelompok. Mereka mayoritas pria dengan perawakan tubuh keras dan warna kulit hitam. Masing-masing dari mereka mempunyai perannya sendiri. Terlihat pekerja sedang lincah bermain dengan egrek untuk memotong pelepah, ada yang fokus memotong janjangan sawit dengan dodos, sementara yang lain mulai bahu membahu menancapkan tojok ke buah sawit dan melemparkan dalam bak dum truk.

Pemberondol juga tak kalah mewarnai rutinitas harian itu. Buah sawit yang jatuh dan pecah, oleh pemberondol dikumpulkan biji-bijinya ke dalam karung. Dalam sehari seorang pemberondol bisa mengumpulkan biji sawit 3-4 karung. Biasanya hasil dari pemberondol dijual ke pengepul. Harga satu kg biji sawit kadang 2.500. Pengepul berani membayar lebih tinggi dibandingkan pembelian besar yang berpatok pada satu tandan kelapa sawit. Tentunya biji sawit dari pemberondol beratnya terlihat dibandingkan satu tandan.

Warga sekitar perkebunan banyak yang menjadi pemberondol padahal ada juga yang sudah jadi pekerja tetap. Hitung-hitung sampingan, mungkin demikian asumsi mereka. Namun tak dapat dipungkiri bahwa adanya pemberondol ini juga bagai buah simalakama untuk perusahaan. Walaupun sifatnya mengais biji yang tercerai berai dari tandan sawit namun masifnya pemberondol cukup membuat mereka gerah. 

Tankos atau tandan kosong merupakan limbah janjangan hasil dari perotokan. Setelah masuk mesin penggiling tankos tidak langsung dibuang atau dianggap sebagai limbah yang tak berguna. Tankos dalam jumlah besar biasanya oleh perusahaan akan diangkut menggunakan dump truk untuk disebar di samping pohon kelapa sawit. Limbah tankos atau janjangan yang busuk akan berfungsi sebagai pupuk yang dapat melembabkan sekitar dan meningkatkan unsur hara dalam tanah. Untuk mempercepat pembusukan, biasanya janjangan ditaburi semacam obat sehingga akan mengeluarkan asap panas dan menjadi kabut tanpa adanya api. Jika sudah begini hampir setiap hari baik pekerja atau pemberondol akan mencium bau semacam plastik terbakar yang bersumber dari asap janjangan.

“Serasa pecah dadaku tiap hari menghisap beginian” kata Ancah yang siang itu ikut memberondol.

“Mau bagaimana lagi. Ngomong-ngomong polisi tak mencarimu?"

"Aku hanya ratik. Bukan tangkapan besar. Bukan jadi prioritas mereka."

Salahudin mengangguk.

"Bicara tentang asap tankos, janjangan yang busuk itu agaknya menjadi rezeki bagi orang lain” jawab Salahudin, teman sekerja Ancah. “Tuh Lihat” telunjuknya mengacung.

Ancah tak mengikuti telunjuk itu. Dia asik mengumpulkan biji sawit. Paham saja apa yang dimaksud Salahudin. 

“Dipatuk ular baru rasa” gumam Ancah.

Di belakang Ancah banyak ibu-ibu yang suka mencari jamur sawit. Musim hujan begini jamur yang hidup menempel pada janjangan itu tumbuh begitu cepat. Selain dikonsumsi sendiri banyak warga baik yang tinggal di wiilayah perkebunan atau luar menjadikan jamur sebagai ide jualan. Cukup banyak yang beli mengingat jamur sawit selain gurih juga sumber protein, penghancur kolesterol, dan dianjurkan untuk penderita diabetes.

“Semua yang di sini juga jamur” timpal Ancah lagi. Dia mulai menghentak-hentakkan karung agar isi memadat.

“Maksudmu?”

“Membludak pada musim panen dan akan binasa kemudian”

Salahudin tak mengerti. Ancah seolah tahu respon bingung temannya itu. Ancah berdiri menekuk punggungnya.

“Apa kau tak menyadari sekelilingmu” terus Ancah. Salahudin mengedarkan pandangan.

“Apa?”

“Dengan banyaknya pemberondol yang mengumpulkan biji sawit setiap hari. Apa kau kira perusahaan akan diam saja? Luaslah sebentar caramu melihat. Tak lama pasti hal ini akan menjadi masalah atau dipermasalahkan”

“Ah tidak juga” protes Salahudin. “Kau jangan berburuk sangka begitu. Kau bukannya dengar sendiri dari Pak Robi bahwa kita diperbolehkan untuk mengumpulkan biji sawit selama tidak menghambat atau mengganggu pekerja.”

Ancah tersenyum dingin.

‘Itu cuma dalih dia saja. Perusahaan diciptkan untuk menghasilkan keuntungan industri sekala besar. Bohong kalau perusahaan itu murni dibangun untuk menyejahterakan masyarakat sekitar. Apalagi yang terdampak.”

“Ah. Masa sih?”

“Sebaiknya kau berburuk sangka. Itu menjadi tameng yang kuat agar tak kecewa nanti” celetuk seorang pekerja yang lewat. Tampaknya dia baru selesai menaikkan tandan sawit ke dump truk.

“Tanpa status yang jelas. Pemberondol adalah pekerjaan yang illegal. Tinggal tunggu waktu” ejeknya.

“Apa kau bilang” Salahudin tak terima. Dia lantas hendak mendatangi. Tapi segera Ancah mencegah.

“Tak perlu. Tenang!” 

Lihat selengkapnya