Duduk di sebuah potongan Kayu, Ancah melihat kerumunan warga Rengkat tengah fokus dalam memilih hewan korban untuk acara ritual. Dalam petakan yang dimaksudkan sebagai tempat beternak alami, babi-babi hidup berkoloni dan tampak makmur menikmati rumput bercampur lumpur. Tampak suara-suara warga dengan maksud memilihkan hewan yang terbaik. Ancah mengamati itu dengan semburat pikiran yang kurang enak.
"Aku melihat ada persoalan yang begitu menekan dalam hatimu" tukas Pak Johan merapat dan memberikan secangkir kopi.
Ancah menerima dan meminum seteguk. Air kopi hangat segera mengalir masuk ke kerongkongannya. Semoga ini bisa jadi obat perbaikan diri sementara, pikir Ancah.
"Saya merasa ini akan jadi perjuangan yang mahal. Bukan tentang biaya, tapi pengorbanan" jawab Ancah sambil melihat kerumunan babi berlari-larian.
Pak Johan yang semula berdiri kemudian beringsut untuk mencari dudukan.
"Ku dengar tadi siang kau tertangkap razia?"
Ancah meledek dengan seringai senyum yang begitu asam.
"Razia 10 tahun sekali. Bahkan seumurku yang hampir masuk kepala 3 ini baru itu aku kena razia benda tajam dalam lingkup perkebunan. Luar biasa memang?"
"Apakah karena itu sehingga pikiranmu kosong macam tadi?"
Ancah mereguk kopinya lagi. Dia lalu menceritakan saat rombongan warga yang ditangkap digiring untuk pendataan.
"Suriansyah?"
"Saya, Pak"
Petugas bagian pencatatan pelaku kriminal itu mengamat-amati sejenak. Pulpennya mengetuk-ngetuk meja seolah seirama dengan ingatan yang coba petugas itu kumpulkan. Rupa Ancah begitu tak asing. Lheman yang memperhatikan rekannya itu lalu menyeru:
"Dia Ancah Kutung. Pemuda yang lolos dari sergapan di warung jablay beberapa waktu lalu."
Petugas bagian pencatatan sekejap mengejutkan kepala seakan kemasukan ide dan ingatan.
"Katakan padaku, Ancah? Apa nikmatnya menjadi jagau kampung, tukang onar?" tanya Lheman setengah dendam dan kesal.
"Saya tak paham maksud Anda, Pak."
"Aku ambil yang ini. Silakan lanjutkan gilirannya!" kata Petugas Lheman kepada rekannya yang hanya dibalas juluran tangan tanda persetujuan.
Petugas Lheman membawa Ancah berkeliling kantor. Derap kaki mereka lalu berhenti pada satu ruang berjeruji besi. Di dalam ruangan itu sekitar 10 orang menatap Ancah tajam dan lapar seolah itu daging makanan.
Ancah menguatkan wajah tak ingin kalah pandang. Dia angkat dagunya pertanda berani dan berbalik tantang. Lheman yang memperhatikan itu menekuk bibirnya ke bawah sambil menggangguk. Ada daya takjub dari Lheman karena keberanian Ancah; tapi segera ia seka dan buang jauh-jauh. Dengan arogan Lheman berkata "jagoan?? di sini adalah bubur santapan napi yang lain. Saat penangkapan dulu, aku saksikan kau punya keistimewaan yaitu kebal peluru" tangan Lheman mengalung pundak Ancah seolah teman akrab. Lheman masih memandang napi di ruang dalam itu dengan lemah dan meremehkan. Sementara napi di dalam menatap Lheman sebagai binatang hina nan menjijikkan. Mereka tahu karakter petugas yang di hadapannya itu.
Sekonyong-konyong mulut Lheman mendekat ke telinga Ancah sambil menyeringaikan deretan gigi kuning dan bibir birunya.
"Kau itu curut gorong-gorong??! Di dalam situ seekor curut jika diinjak dan dipukul tak mati, maka dia akan diikat lalu dibenamkan dalam lubang kloset!?" ujar Lheman dengan suara tipis datar sambil matanya terlihat bahagia. Ancah yang mendengar dan melihat ekspresi Lheman benar-benar mual dan mengakui bahwa Lheman seorang petugas yang sakit mental.
Ancah melepas rangkulan sambil menatap leher Lheman yang menekuk memandangnya. Keparat!! Dia aktor yang sangat berbakat dalam perannya sebagai psikopat, batin Ancah yang mulai gelisah.
"Kau tau Ancah. Dengan beberapa catatan kriminalmu tentang perkelahian dan sajam, kau pikir apa yang bisa ku lakukan denganmu?"
Lheman berjalan sambil mencabut pistol revolvernya. Dengan gila dia menyisi dan mendentingkan besi ujung pistol dengan jeruji penjara. Usai sampai di sudut tempat,Lheman memandang Ancah dengan tersenyum.
"Kau tak tahu siapa Tuanmu, Nak? Kalian telah lama dipelihara dan sekarang hendak gigit tuannya? Ayolah?? Setiap orang wajib tahu tentang batasannya Ancah. Begitu juga denganmu. Enyahlah dan cari mimpimu sendiri. Biarkan perusahaan jalan sesuai prosedur dan kuasanya."
Petugas Lheman menyarungkan pistolnya lagi.
Sambil berlalu saat dua tubuh pria itu seolah berpapasan,Lheman berhenti dan berbisik.