JANDA & THE TABLE

glowedy
Chapter #2

CHAPTER 1 - The Art of Tersenyum Tanpa Retak

Serra Kartasasmita berdiri di depan cermin antik berbingkai emas daun dari era Louis XVI, mengenakan gaun silk organza warna gading rancangan Gema Wirawan—desainer lokal yang hanya membuat tiga potong untuk dunia yang terlalu cepat lupa. Kalung choker mutiara putih telur menggantung di lehernya, seolah ingin berkata: "Ini semua masih milikku."

Rambutnya disanggul rendah dengan hairspray Prancis yang wangi seperti champagne tua. Ia memeriksa kuku jari—dipoles warna dune rose oleh nail artist yang hanya menerima tiga klien per minggu.

Penthouse-nya mengambang di lantai 32, di atas Jakarta yang tampak kecil, murah, dan terlalu sibuk dari balik kaca gading. Dinding putihnya dihiasi lukisan semi-abstrak seniman muda yang Serra beli bukan karena cinta, tapi karena galeri berkata “karya ini akan naik dua kali lipat dalam tiga tahun.”

Di luar ruang rias, chandelier Baccarat menggantung seperti cahaya surgawi yang sedang berlatih menari. Para staf rumah tangga bergerak dalam koreografi tak bersuara: mengatur nampan canapé, menuangkan teh dari Sri Lanka ke teko Limoges, dan menyusun napkin linen yang harus dilipat seperti origami angsa.

Serra menuruni tangga spiral dengan langkah simetris, heels Louboutin-nya mengetuk lantai marmer Carrera seperti pendahuluan sebelum opera—dingin, teratur, dan terlalu mahal untuk jujur.

Tamu pertama datang.

“Serra, tempatmu seperti The Ritz yang kawin silang dengan galeri seni,” kata Lidya, mengenakan jumpsuit satin fuchsia dan tas Hermès oranye menyala. “Aku merasa... terlalu nyata.”

Maria tersenyum kecil. “Overdressed is the new humble, ya?”

Lihat selengkapnya