Janda Cerai Mati

Via Vandella
Chapter #1

Bab 1. Cerai Mati

"Astaghfirullah hal adzim!" Ponsel jatuh begitu saja dari genggaman Yunita. Seketika wanita berjilbab itu menutup telinga dengan kedua tangan karena terkejut. 

Ia baru saja mendapat kabar duka lewat saluran telepon. Ingin sekali wanita malang itu menjerit mengatakan kalau dirinya tidak percaya, tapi Yunita tahu kalau ayah mertuanya tidak mungkin berbohong. 

Seketika bibir Yunita bergetar hebat, semua sendi dan tulang seakan kehilangan fungsinya. Saat ini Yunita menyandarkan badan pada dinding agar tidak terjatuh.

"Kenapa, Nit?" sentak Maryam yang ikut tetkejut.

Wanita tua itu sedang duduk di lantai sambil mengayun buaian Raina; anak Yunita yang masih bayi. 

Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Maryam berdiri lalu berjalan mendekati putri bungsunya itu.

"Nak!" panggil Maryam penasaran seraya menyentuh bahu Yunita.

Yunita belum bisa menjawab pertanyaan ibunya. Ia merasa seperti ada gempa yang dahsyat menerpa tubuh dan jiwanya.

Suara Yunita tercekat di tenggorokan, begitu pun tangisnya yang bahkan tidak bisa keluar dari bibir wanita cantik itu. Dalam sekejap statusnya telah berubah menjadi janda cerai mati.

Merasa heran, Maryam pun memungut ponsel Yunita yang sudah berada di lantai tepi dinding depan Yunita. Wanita tua itu tidak bisa membaca nama si pemanggil, ia pun segera mendekatkan ponsel ke telinganya.

"Halo?" sapa Maryam bersiap mendengarkan suara di sebelah sana.

"Halo, Bu Maryam," sahut seorang pria dengan nada bergetar, kentara sekali kalau pria itu juga sedang menangis.

Beruntung Maryam hapal dengan suara itu, ia langsung tahu kalau itu adalah suara Bagio; besannya.

"Bagio? Ada apa?" tanya Maryam berusaha tenang. Detik setelahnya hanya ada hening di antara mereka.

Seketika perasaan Maryam menjadi tidak karuan, sebab Bagio tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

Ayunan berhenti dan suara tangis Raina terdengar melengking, seketika perhatian Maryam dan Yunita teralih pada ayunan itu. Semakin lama suara tangis Raina semakin terdengar kencang.

"Bu ...." Yunita memegang tangan Maryam dengan lembut.

Kulit keriput wanita tua itu dapat merasakan, betapa dinginnya telapak tangan Yunita saat ini. Seakan tidak ada darah yang mengalir di telapak tangan anaknya itu.

Maryam menatap dalam pada manik mata Yunita, ia pun mengerti kalau putri bungsunya itu sedang meminta bantuan.

"Biar ibu saja!" tutur Maryam seraya meletakkan ponsel di atas meja, lalu berjalan ke arah ayunan cucunya yang terbuat dari kain jarik.

Meski belum jelas apa yang terjadi, tapi Maryam bisa paham kalau kabar buruklah yang tengah datang di tengah keluarganya.

Sambil berjalan pelan menuju ayunan, wanita tua itu meminta pada Yang Kuasa, 'Ya Allah berilah kami kesabaran! Hanya padamu kami berserah.'

Tangis Raina semakin kencang saja, disahut dengan suara tangis Yunita yang kini mulai pecah. Maryam segera mengangkat tubuh mungil bayi empat bulan itu, lalu membawanya ke depan pintu berharap lebih tenang.

Lihat selengkapnya