Juan menyandarkan punggung di sandaran bangku penumpang. Lagu Melayu terdengar mendayu-dayu membuat Juan merasa ngantuk seketika.
"Jadi ngantuk aku, Pak!" seru Juan disela-sela obrolan singkat dan saling kenalan dengan penumpang yang duduk di bangku sebelah.
Pria paruh baya yang diketahui bernama Arnes itu hanya mengangguk, cuaca mendung ditambah dinginnya AC bus memang mendukung untuk melanjutkan perjalan dengan tidur.
"Iya, lagunya juga enak banget buat pengantar tidur," sambut Arnes setuju dengan ucapan Juan.
Tak berapa lama, sambil memeluk tas ransel yang ada di tangan, Juan pun tertidur dengan kepala bersandar ke sandaran bangku. Perjalan yang hampir empat jam itu, sama sekali tidak terasa lama bagi Juan.
Arnes tersenyum kecil melihat Juan, ia teringat dengan masa mudanya saat memutuskan untuk merantau dahulu. Kurang lebih sama seperti Juan yang ingin membuktikan kalau dirinya bisa hidup mandiri.
"Masih muda tapi semangat kerjanya tinggi," puji Arnes setelah mengetahui alasan Juan ke Sumatra.
Bus yang mereka tumpangi telah berhenti. Kernet bus mengumumkan dengan lantang kalau mereka sudah sampai di pelabuhan, para penumpang dipersilahkan beristirahat di luar.
"Bangun, Wan!" panggil Arnes sambil menepuk bahu Juan sekilas. "Wan, bangun!"
Juan membuka mata perlahan, ia memaksakan tersenyum saat melihat Arnes sudah berbaik hati membangunkannya.
Juan mengedarkan pandangan ke seluruh isi bus. Ia pun melihat para penumpang lain turun bergantian.
"Sudah di mana kita, Pak?" tanya Juan bingung, lalu mengusap wajah mengantuknya dengan sebelah tangan.
Arnes tertawa melihat Juan seperti masih kehilangan setengah nyawanya. Pemuda itu celingak-celinguk memperhatikan sekitar, membuat Arnes semakin tertawa merasa kalau Juan itu lucu.
"Tenang, kita masih di Merak, belum sampai Sumatra kok," jawab Arnes santai setelah menyudahi tawanya.
Mendengar hal itu mata Juan berbinar cerah, entah apa yang membuatnya merasa senang sampai di ujung pulau Jawa itu.
"Akhirnya sampai di pelabuhan Merak! Ayeeee," seru Juan sedikit berteriak.
Juan meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, terutama di bagian leher. Posisi tidur sambil duduk adalah penyebab utamanya.
"Baru pertama ke Sumatera ya?" tebak Arnes sambil mengambil dompet di dalam tas ransel miliknya.
"Iya, Pak. Baru kali ini merantau." Juan terkekeh, ia juga melakukan hal yang sama. "Ayo turun, Pak. Sepertinya saya sudah lapar."
"Mari kita cari makanan dahulu, saya tahu tempat makan yang enak." Arnes berdiri mendahului Juan turun dari bus.
Bagi Arnes perjalan Jawa Sumatra sudah merupakan hal yang biasa, hingga pria itu hafal setiap tempat di sepanjang persinggahan.
"Eh, seperti kafe, Pak. Kukira bakal makan di warung nasi aja." Juan terkagum melihat fasilitas di depan matanya, ia mengikuti langkah Arnes.
"Ada mushola dan mini market juga dekat sini, jadi kita bisa salat dulu." Arnes menanggapi Juan dengan santai.
Arnes mentraktir Juan makan, dalam sekejap mereka berdua sudah menjadi akrab.
Dua jam setelahnya, Juan mendapati kalau bus yang mereka tumpangi telah menaiki kapal. Para penumpangnya juga sudah selesai beristirahat dan siap untuk melanjutkan perjalanan.
Juan dan Arnes duduk lesehan seperti penumpang yang lain. Detik setelahnya Juan berdiri melihat ke arah laut lepas yang terlihat sangat indah baginya.
"Kita nyeberang, Pak?" Juan masih saja terlihat antusias terlebih saat kapal itu mulai bergerak menjauhi daratan menyeberangi selat Sunda.
Arnes geleng-geleng kepala melihat Juan tidak bisa diam, bertingkah seperti anak kecil. Juan mengambil beberapa gambar laut, ia pun iseng mengirimkan gambar itu pada Yunita.