Janda Cerai Mati

Via Vandella
Chapter #16

Bab 16. Jodoh Tak Tertukar

Malam harinya Juan benar-benar dijaga oleh paman Erika. Juan yang tidak bisa tidur meminta pindah ke kedai.

Sampai di kedai Juan melaksanakan salat malam. Saat ini benar-benar hanya Illahi yang bisa membantu pemuda itu.

"Ingin sekali meminta banyak hal, tapi hamba sadar diri. Bahkan selama ini hamba masih sering melalaikan salat." Seketika air mata Juan menetes tanpa diperintah.

Kepala pemuda itu menengadah ke langit-langit kedai. Ia benar-benar kusuk berdoa.

"Ya Allah, hanya padamu hamba meminta dan memohon, kalau memang ini takdir yang harus dijalani, hamba ikhlas." Juan tidak berdoa panjang lebar. Ia sudah pasrah pada takdir dari Yang Kuasa.

Setelah selesai salat, tanpa sengaja Juan melihat papan dinding yang terbuat dari kayu itu agak goyah. Seakan memberinya jalan untuk kabur, Juan pun mulai berusaha melepaskan paku itu secara perlahan.

Sementara di rumahnya, Yunita juga melakukan salat malam. Tiba-tiba saja hati Yunita terketuk untuk mendoakan pemuda yang saat ini ia tunggu.

Hanya saja Yunita bingung doa apa yang harus ia panjatkan. Rasanya tidak pantas memohon agar Yang Kuasa tetap menjodohkannya dengan Juan. Sementara jodoh sendiri adalah kuasa yang Illahi.

"Ya Allah, hanya padamu hamba meminta dan memohon. Lindungilah Juan di mana pun ia berada, tuntun dia disetiap langkahnya agar selalu berjalan di jalan yang benar. Hamba menyerahkan segalanya padamu Rabbku." Yunita juga tidak menyebutkan kalau ia harus berjodoh dengan Juan, hanya memohon agar Yang Kuasa melindungi pemuda itu.

Wanita itu melanjutkan doa yang lain tentang keluarganya termasuk Frans.

Keesokan harinya, rapat pernikahan akan kembali dilakukan. Di dalam kamar, Erika tengah duduk di depan meja rias.

"Aku cantik sekali!" gumam Erika setelah memakai lipstik milik ibunya.

Gadis itu sedang merias wajah sendirian dengan peralatan make up seadanya. Sementara ibunya Erika tengah menyiapkan hidangan di dapur.

Arnes mondar-mandir tak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Ingin sekali menghukum Erika dan Juan, tapi kata-kata istrinya semalam berhasil meredam kemarahannya.

"Mungkin benar ini sudah takdir dari Yang Kuasa," gumamnya.

Di kedai, Juan memeluk tasnya sangat erat. Ia tengah berpikir untuk kabur, tapi di luar kedai ia sedang dijaga oleh kedua paman Erika.

Suasana sangat hening, bahkan kalau ada jarum yang jatuh pasti terdengar.

"Keluar sekarang! Pak Taher sudah datang!" Seorang paman Juan menokok dinding triplek dengan sangat kencang.

Seketika wajah Juan menjadi pucat pasi. Apa lagi semalam kedua paman Erika mengancam akan mebunuhnya, jika Juan menolak menikahi gadis itu.

'Mereka pasti tidak peduli, itu anak aku atau bukan. Mereka akan tetap memaksa aku menikah! Bagaimana ini?' Juan menyandang tas di punggung, merasa harus melanjutkan usaha pelarian yang sudah dirancang dari semalam.

"Sebentar!" teriak juan. Pemuda itu kembali berusaha menarik salah satu paku yang sudah goyah.

"Keluar, atau kami dobrak?" teriak salah seorang paman Erika.

Siapa sangka Juan berhasil membuka sehelai papan yang menjadi dinding. Dalam sekejap dan tanpa suara Juan telah melewati papan kayu itu.

"Aku berserah padamu ya Allah!" gumam Juan yang sebenarnya sudah merasa putus asa.

Dengan cepat, pemuda itu lari ke semak-semak arah belakang kedai. Kebetulan kakinya tidak mendapat pukulan kemaren, hingga Juan masih bisa berlari dengan cepat.

"Dia kabur!" teriak seorang paman Erika yang tanpa sengaja melihat bayangan Juan di belakang kedai itu.

Pagi ini hanya ada beberapa tetangga dekat saja yang hadir. Mereka langsung ikut mengejar Juan.

Pak Taher yang baru saja sampai, tercenung melihat kedua paman Erika berlari ke belakang kedai. Namun, ia tetap melanjutkan langkah ke pintu rumah.

Lihat selengkapnya