Frans yang tidak sanggup melihat gadis pujaan bersanding dengan pria lain berniat hanya mengirimkan kado. Bukanlah barang yang mahal, hanya sebuah pasmina bermotif bunga.
Kertas kado yang pertama digunting terlalu kecil, hingga Frans harus mengganti dengan yang baru lagi.
"Mengapa secepat ini? Tuan Rushlan bahkan tidak memberi aku waktu untuk mengobati luka ini." Meski perasaannya campur aduk, Frans tetap memilih membungkus kado itu dengan tagannya sendiri.
Tangan kekar pria itu berusaha membuat kadonya terbungkus dengan rapi, biarlah hatinya saja yang berantakan. Namun, kertas kado yang kedua terlihat sangat kusut dan Frans mengganti lagi dengan kertas yang baru.
"Astaghfirullah, ini sudah kertas yang ketiga, mengapa tidak bisa rapi juga?" Frans memperhatikan hasil bungkusannya, terlihat berantakan dengan banyak selotip.
Pada percobaan yang keempat kalinya, barulah ia merasa puas dengan bungkusan kado itu.
"Alhamdulillah, akhirnya jadi." Frans tersenyum getir memperhatikan kado berwarna biru di tangannya.
Tak dapat digambarkan dengan kata-kata bagaimana hancurnya perasaan Frans saat ini. Rasa menyesal tidaklah berguna, Elma si gadis pujaan telah resmi menjadi istri pria lain.
Saat sedang asyik membungkus kado, Tharmizi datang menghampiri Frans. "Loh kok belum bersiap? Kau nggak ikut ke pesta Bu Elma?"
Tharmizi dan teman-teman sudah berpakaian rapi, meski masih terlihat lusuh tapi itu adalah pakaian terbaik yang mereka miliki.
Frans menggeleng. "Aku nitip kado saja, Pak. Sebentar lagi aku harus ke Pontianak, ada job baru di sana."
Frans memaksakan diri untuk tersenyum, sebisa mungkin Frans menunjukkan wajah ceria. Berusaha meyakinkan semua orang kalau dirinya baik-baik saja.
"Jadi kita langsung dapat job baru? Asyik ...." timpal teman yang lain. "Nggak sia-sia aku merantau ikut Frans, ekonomi keluargaku jauh lebih baik."
Frans tidak pernah menekan upah mereka, merupakan hal wajib para kuli yang ikut bersamanya disejahterakan dengan upah yang memadai.
Ada kebahagiaan tersendiri bagi Frans saat bisa membantu orang lain.
"Doakan proyeknya deal hari ini, Bang. Besok pagi kita semua berangkat ke Pontianak," balas Frans, lalu melihat wajah mereka satu per satu.
Frans merasa merinding saat menyadari sesuatu. Ternyata bukan hanya keluarganya yang menggantungkan hidup pada dirinya, tapi belasan kuli dan juga keluarga mereka.
Seketika Frans tersenyum penuh makna. Rupanya Yang Kuasa tengah menunjukkan keagungan padanya.
'Mungkin ini hikmah di balik patah hatiku. Andai Tuan Rushlan tidak segera menikahkan putrinya, pasti aku akan disibukkan dengan urusan asmara. Lalu gimana nasib mereka jika aku tidak dapat proyek lagi?' batin Frans yang akhirnya bisa melepas Elma dengan ikhlas.
Pesta pernikahan Elma begitu ramai, namun pengantin wanita sangat merasa kesepian.
Elma melihat ke sebelah, tiba-tiba saja wajah Lucas dilihatnya seperti wajah Frans. Elma tersenyum manis sekali.
"Apa?" sentak Lucas yang tidak suka melihat senyum istrinya itu.
Elma terkejut mendengar suara Lucas seperti membentak.
"Awak?" tanya Elma bingung akan tatapan penuh kebencian dari Lucas.
Sungguh Elma tidak menyangka kalau Lucas akan membentak. Pasalnya selama ini perlakuan pria itu sangatlah lembut.