Janda Cerai Mati

Via Vandella
Chapter #23

Bab 23. Sahabat Palsu

Tanpa terasa dua tahun telah berlalu. Yunita menjalani hari-harinya dengan bahagia, karena tumbuh kembang Raina sangat bagus, di tambah kiosnya yang selalu dapat orderan.

"Alhamdulillah, aku senang banget punya kesibukan seperti ini," ungkap Yunita tak henti-hentinya bersyukur. "Sambil menunggu Juan, tentunya!"

Wanita itu tersenyum saat mengingat hari di mana Juan akhirnya datang meminta restu pada Frans. Tak lama bibirnya mengerucut saat mengingat Juan memilih pergi merantau dan meninggalkannya.

"Tak terasa sudah dua tahun berlalu, Juan apa kabarnya ya?" gumam Yunita, sangat besar harapan wanita itu untuk bersatu dengan cinta masa lalunya.

Mustofa tidak pernah menyampaikan kabar apa-apa lagi tentang Juan. Yunita juga tidak bertanya, hanya menunggu waktu yang menjawabnya.

"Baru jam dua, masih bisa permak jins ini!" gumam Yunita melanjutkan pekerjaannya.

Saat sedang asyik menjahit, seorang pria datang dan dengan lancang duduk di bangku depan kios Yunita. Bangku itu memang sudah tersedia di sana sebagai tempat duduk jika customer harus menunggu.

"Sibuk, Dek?" tanya pria itu dengan sengaja.

Yunita jelas merasa heran dengan tingkah tetangga jauhnya itu. Pasalnya selama ini Yunita tidak pernah bertegur sapa dengan Fuad, dan pria itu juga tidak akrab keluarganya.

"Ada apa ya, Bang?" tanya Yunita dengan raut wajah heran.

Pria itu menggeleng saja, tidak ada percakapan apa pun di antara mereka. Ingin sekali mengusirnya tapi Yunita takut karena pria itu terkenal sebagai preman di kampung ini.

Fuad duduk sambil merokok dan memutar musik di ponsel. Sekitar lima menit saja, pria itu beranjak setelah rokoknya habis. Hanya pergi begitu saja bahkan tanpa pamit.

"Aneh, perasaan itu orang sudah lima kali melakukan hal yang sama." Yunita melihat panjang sekali pada punggung Fuad yang berlalu. Yunita sedikit khawatir, takut kalau Fuad punya niat buruk.

Di tempat yang lain, tepatnya di belakang sebuah sekolah dasar. Melia tengah menunggunya Fuad.

Tidak berselang lama, Melia pun bertemu dengan Fuad. Melia mengambil uang senilai seratus lima puluh ribu dari saku celana dan memberikannya pada Fuad.

"Makasih ya Bang," ucap Melia setelah menyerahkan uang itu.

"Emang untuk apa sih, Neng?" tanya Fuad yang tidak tahu mengapa Melia harus menyuruhnya duduk barang lima menit saja di depan kios Yunita. "Kalau Frans sampai marah gimana?"

Tersirat kekhawatiran di wajah Fuad, ia juga takut jika harus berurusan dengan Frans. Karena pria itu akan dibela orang satu kampung.

"Nggak usah banyak pikiran gitulah Bang, ngapain Bang Frans marah? Orang Bang Fuad numpang duduk aja," seru Melia meyakinkan Fuad.

Fuad terlihat berpikir, detik setelahnya ia pun mengangguk. "Benar juga, orang aku numpang duduk merokok aja. Nggak berbuat buruk pada adik kesayangannya itu."

"Mending Abang ke kedai, main judi sana!" usir Melia yang tidak ingin orang lain melihat interaksinya dengan Fuad.

Fuad yang memang hanya memikirkan uang tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan Melia. Yang jelas dia sudah dapat bayarannya dan bisa melanjutkan permainan.

Lihat selengkapnya