Frans terus saja memikirkan lamaran Haikal. Di dalam kamar, pria itu tidak bisa tidur barang sedetik pun.
"Haikal!" Frans menjambak rambutnya sendiri. "Mengapa kau membuat aku sepusing ini?"
Permintaan Haikal benar-benar membuat Frans tidak ingin salah mengambil keputusan. Memang sahabatnya itu sudah mempunyai istri, tapi bukankah poligami diperbolehkan?
Keesokan harinya, saat sarapan Frans mengutarakan niat Haikal pada Yunita dan Maryam. Semalaman sudah berpikir dan Frans setuju karena berbagai pertimbangan.
"Benarkah? Tapi Haikal 'kan punya istri." Maryam terlihat antusias, tapi detik setelahnya langsung menyerngitkan dahi.
Frans yang sedang minum meletakan gelasnya kembali. Pria itu menggeser duduk ke depan sedikit menundukkan badan.
"Iya, Bu. Memang Haikal memilik istri, tapi dia pasti akan adil. Nggak ada yang salah, mereka juga belum memiliki anak, Raina pasti akan disayang. Terlebih Haikal juga orang yang paham dengan agama," tambah Frans meyakinkan ibunya dengan berbagai alasan.
Maryam menoleh ke samping, memperhatikan raut wajah Yunita.
Yunita ingin sekali menolak lamaran itu, tapi tidak berani karena Frans terlihat sudah mengambil keputusan.
Hanya bisa mengeluarkan pendapat, "Tapi aku tidak mau jadi istri kedua, Bang."
Frans mengerti kalau berbagi suami itu sangat berat, tapi apa yang ia lakukan juga demi kebaikan Yunita.
"Begini, Nit. Tidak banyak orang yang mau menikahi janda, paling juga duda seperti Fuad." Suara Frans sedikit tinggi saat ia menyebut nama Fuad.
Yunita menundukkan kepalanya. Ia sudah diberitahu Maryam soal gosip dirinya dengan Fuad yang sedang beredar di masyarakat. Kabar burung itu jugalah yang membuat Frans pulang secara mendadak.
"Abang tidak bisa membiarkan kamu menikah dengan laki-laki sembarangan. Abang tidak akan tenang," sentak Frans berharap Yunita mengeti dengan kerisauan hatinya.
Maryam mengalihkan pandang pada Yunita dan Frans secara bergantian. Di satu sisi wanita tua itu mengerti dengan perasaan Yunita tapi ia juga paham dengan maksud Frans.
"Nggak ada salahnya kau coba membuka hati dulu, bukankah Haikal seorang ustadz tampan yang mapan?" Maryam mencoba menghasut Yunita dengan memuji Haikal.
"Tapi bagaimana dengan Juan, Bu?" tanya Yunita dengan hati-hati, ia mengingatkan Frans kalau Juan sudah terlebih dahulu datang melamar.
Frans berfikir sejenak, rasanya juga tidak adil jika ia langsung menikahkan Yunita dengan Haikal. Bukankah Juan sudah terlebih dahulu menyatakan keseriusannya?
"Baik, Abang akan menanyakan Juan terlebih dahulu. Sudah sesukses apa dia diperantauan?" sarkas Frans yang kini melanjutkan sarapannya.
"Kalau Juan belum sukses juga gimana?" potong Maryam. Wanita tua itu ingin memastikan saja, tentang apa yang diinginkan Frans. "Apa kau tetap mengizinkan dia untuk bersanding dengan Yunita?"
"Tidak, Bu. Aku ingin menikahkan Yunita dengan laki-laki yang sudah mapan." Frans terlihat mengangguk dengan yakin.
Jawaban Frans akhirnya membuat Maryam memilih bungkam.
Yunita tidak bisa melanjutkan sarapannya, bahkan untuk bernafas saja rasanya sulit untuk sekarang. Yunita merasa sia-sia sudah penantinya dua tahun ini.
"Aku ke kamar duluan," pamit Yunita dengan wajah tertunduk.