Selang seminggu berlalu, Yunita diberitahu kalau Ustadz Haikal akan datang dengan istrinya.
"Rasanya aku ingin pergi saja." Setetes air mata lolos tanpa permisi.
Yunita sangat gelisah, di dalam kamar ia tengah bersiap. Wanita cantik itu merasa enggan mengganti pakaiannya.
Tak lama Yunita mendengar suara mobil, hatinya semakin patah saat mesin mobil itu terdengar berhenti di depan pagar rumahnya. Dapat dipastikan kalau itu adalah Haikal.
"Ya Allah, mengapa hati hamba masih saja risau?" Wanita itu sudah melaksanakan salat istikharah, tapi sampai detik ini ia masih belum yakin kalau Haikal adalah jodoh terbaik.
Yunita berdiri dari duduknya, lalu melangkah pelan ke depan meja rias. Ia memaksakan diri untuk mengambil jilbab lalu memakainya dengan asal.
Yunita menarik nafas dalam dan menghembuskan secara perlahan. Yunita melangkah ke ruang tamu, pandangannya langsung tertuju pada seorang wanita cantik dengan jilbab sedalam pinggang.
"Sini, Nit!" ajak Frans.
Yunita masih mematung, kini netranya melihat Raina sudah duduk tenang di pangkuan Haikal. Dengan ragu, Yunita melangkahkan kakinya ke sofa ruang tamu itu.
"Hai, saya Ananta," ucap seorang wanita cantik yang memakai jilbab tadi. Wanita itu terlebih dahulu mengulurkan tangan menyambut Yunita.
Yunita tentunya sudah tahu kalau wanita itu adalah istri Haikal yang pernah diceritakan.
"Hai, juga, s-saya Yunita," jawab Yunita tersenyum ramah, kini membalas uluran tangan Ananta hingga mereka saling berjabat tangan.
Mereka duduk bersama-sama mengelilingi sofa itu. Sedari tadi Ananta memperlihatkan senyum lebarnya. Sesekali juga ikut dalam obrolan ringan Ustaz Haikal dan keluarga Yunita.
Hingga obrolan menjurus pada hal sensitif, Ananta berkata pada Yunita, "Saya sudah mengizinkan Mas Haikal menikah lagi kok. Semoga ini menjadi jalan menuju surga bagi kita berdua."
Ananta tak henti-hentinya tersenyum pada mereka semua, seakan apa yang ia ucapkan benar adanya.
Tapi justru senyum yang teramat lebar itu membuat Yunita mengetahui, kalau Ananta tidak sepenuhnya ikhlas dimadu.
"Maaf, Mbak. Maafkan saya," ujar Yunita entah untuk apa.
Frans dan Haikal masih saja saling menimpali. Hingga di akhir pertemuan, Haikal sudah mengambil keputusan.
"Keluarga besar saya akan datang minggu depan untuk melamar Yunita secara resmi!" seru Haikal yang dibalas anggukan oleh Frans dan Maryam.
Yunita menunduk tidak sanggup melihat senyum Ananta, sebagai sesama perempuan Yunita dapat merasakan betapa hancurnya hati wanita itu.
Hari yang disampaikan Haikal akhirnya datang juga, sekitar empat mobil mewah kini sudah terparkir di depan rumah Yunita.
"Hari ini saya melamar kamu secara resmi." Haikal tersenyum manis sekali pada Yunita.
Untuk pertama kalinya Yunita melihat sedikit lebih lama pada Haikal. Ustadz itu memang rupawan, tapi tetap saja tidak bisa menyentuh hati Yunita.
'Maafkan aku, Wan,' lirih Yunita yang tiba-tiba teringat Juan. Wanita itu memaksakan diri untuk membalas senyum Haikal.
Berbagai hantaran sudah diletakkan di atas meja ruang tamu. Mereka pun mengadakan rapat untuk menentukan hari pernikahan.
Melia ikut dalam acara itu, sebagai sahabat ia ingin membantu segala persiapan di rumah Yunita.
'Yess, Dewi Fortuna ternyata berpihak padaku. Semoga tanggal pernikahan mereka secepatnya,' harap Melia tak henti-hentinya tersenyum bersyukur.